Sabtu, 20 September 2014

Sengkan - Turunan

Kisah ini menceritakan tentang legenda Sri Maharaja Kanwa yang menyebarkan berbagai benih tanaman pangan dan mengajarkan ilmu pertanian kepada masyarakat Jawa. Sawah dan ladang kemudian diganggu oleh kawanan hama anak-anak Putut Jantaka, atau cucu Resi Rembuculung. Kawanan hama itu akhirnya dapat ditumpas Sri Maharaja Kanwa, dengan bantuan anak-anak Begawan Anda, bernama Raden Sengkan dan Raden Turunan.

Kisah ini disusun berdasarkan sumber Serat Pustakaraja Purwa karya Ngabehi Ranggawarsita dengan sedikit pengembangan.


Kediri, 20 September 2014

Heri Purwanto

------------------------------ ooo ------------------------------

Putut Jantaka

BATARI SRIYATI MENYUSUL BATARA WISNU

Sri Maharaja Kanwa di Kerajaan Purwacarita sedang membicarakan jalannya pemerintahan bersama Patih Jakapuring, Brahmana Srita, dan para menteri lainnya. Tiba-tiba datang seorang bidadari bernama Batari Sriyati, yang tidak lain adalah istri Batara Wisnu, dan juga kakak Batara Penyarikan (Brahmana Srita). Bidadari itu datang untuk meminta perlindungan Sri Maharaja Kanwa dari kejaran seekor sapi raksasa bernama Lembu Gumarang.

Rupanya sejak kepergian Batara Wisnu meninggalkan Kahyangan Utarasegara, Batari Sriyati selalu merasa rindu dan ingin pergi mencarinya, namun tidak tahu harus ke mana. Akhirnya, pada suatu hari ia menerima surat dari Batara Penyarikan, bahwa adiknya itu telah menemukan Batara Wisnu menitis kepada Sri Maharaja Kanwa di Pulau Jawa. Batara Penyarikan sendiri juga telah menjelma sebagai pujangga Kerajaan Purwacarita bernama Brahmana Srita. Setelah membaca surat tersebut, Batari Sriyati pun memutuskan untuk pergi menyusul sang suami.

Akan tetapi, sesampainya di Pulau Jawa, Batari Sriyati bertemu anak Batara Kala bernama Batara Kalayuwana yang terpesona dan ingin memerkosa dirinya. Batari Sriyati berontak dan mengutuk Batara Kalayuwana sehingga berubah menjadi seekor sapi bernama Lembu Gumarang.

Lembu Gumarang marah dan mengejar Batari Sriyati, sampai akhirnya Batari Sriyati pun tiba di Kerajaan Purwacarita dan meminta perlindungan kepada Sri Maharaja Kanwa.

SRI MAHARAJA KANWA MENGALAHKAN BATARA KALAYUWANA

Mendengar penuturan Batari Sriyati itu, Sri Maharaja Kanwa segera memerintahkan pasukan untuk menangkap Lembu Gumarang. Tidak lama kemudian, Lembu Gumarang pun tiba di halaman istana dan mengamuk demi mendapatkan Batari Sriyati. Banyak prajurit Purwacarita yang tewas terkena serudukan tanduknya dan tendangan kakinya.

Patih Jakapuring keluar menghadapi amukan Lembu Gumarang. Namun, setelah bertarung cukup lama, Patih Jakapuring akhirnya merasa kewalahan juga menghadapi amukan sapi raksasa tersebut. Melihat sang adik terdesak, Sri Maharaja Kanwa pun maju dan berhasil memukul kepala Lembu Gumarang. Secara ajaib, Lembu Gumarang tiba-tiba berubah wujud menjadi babi hutan akibat pukulan tersebut.

Babi hutan penjelmaan Lembu Gumarang itu semakin mengamuk dan menyeruduk ke sana kemari, merusak bangunan dan tanaman di sekitar istana Purwacarita. Sri Maharaja Kanwa dengan cekatan berhasil menangkapnya, lalu menusukkan patahan gading yang berasal dari gajah penjelmaan Prabu Iramba tempo hari. Seketika si babi hutan pun musnah dan berubah kembali ke wujud Batara Kalayuwana.

Batara Kalayuwana berterima kasih kepada Sri Maharaja Kanwa karena telah dibebaskan dari kutukan Batari Sriyati tadi. Ia pun berjanji tidak akan mengganggu lagi dan kemudian mohon pamit kembali ke kahyangan.

Batari Sriyati sangat gembira bisa bertemu Batara Wisnu dalam wujud Sri Maharaja Kanwa. Maka, untuk mendampingi sang suami, Batari Sriyati pun menitis pula ke dalam diri permaisuri raja, yaitu Dewi Subur.

SRI MAHARAJA KANWA MEMBUKA LAHAN PERTANIAN

Setelah peristiwa itu, tiba-tiba Batara Narada datang dari kahyangan menemui Sri Maharaja Kanwa untuk menyampaikan bibit tanaman pangan pemberian Batara Guru agar ditanam dan disebarkan di Pulau Jawa. Batara Narada juga menyampaikan perintah Batara Guru supaya Sri Maharaja Kanwa mengajarkan ilmu pertanian kepada masyarakat Pulau Jawa.

Setelah dirasa cukup, Batara Narada pun kembali ke kahyangan, sedangkan Sri Maharaja Kanwa dan Patih Jakapuring berangkat ke Gunung Krendayana untuk membuka lahan pertanian dan menyebarkan bibit-bibit tanaman pangan tersebut. Jika sebelum ini, para penduduk Pulau Jawa mencukupi kebutuhan pangan dengan cara berburu dan mengumpulkan buah-buahan dari hutan, maka mulai sekarang mereka pun belajar ilmu pertanian, baik itu persawahan maupun perkebunan kepada Sri Maharaja Kanwa. Lahan pertanian yang telah dibuka itu membentang luas dari Gunung Krendayana ke arah timur dan selatan (pada zaman sekarang kira-kira membentang dari Surakarta sampai ke Surabaya di timur, dan Bantul di selatan).

SERANGAN HAMA PERTANIAN

Sementara itu, Putut Jantaka putra Resi Rembuculung tinggal di Gunung Antaga sejak peristiwa pemenggalan kepala ayahnya oleh Batara Wisnu dahulu. Ia menikah dengan seorang siluman wanita, yang dari perkawinan itu lahir berbagai jenis binatang. Mereka adalah:
-    Tikus Jinada yang berwujud tikus putih.
-    Celeng Demalung yang berwujud babi hutan
-    Kutila Pas yang berwujud kera
-    Kalamurti yang berwujud kerbau
-    Kalasrenggi yang berwujud sapi
-    Sangsam Randi yang berwujud rusa
-    Kidang Ujung yang berwujud kijang
-    Bulus Pas yang berwujud bulus
-    Kura Greges yang berwujud kura-kura

Pada suatu hari para binatang ini mengeluh lapar kepada sang ayah. Putut Jantaka mendengar berita bahwa Sri Maharaja Kanwa telah membuka banyak lahan pertanian untuk menghidupi rakyatnya. Maka, ia pun memerintahkan anak-anaknya itu untuk meminta makan ke istana Purwacarita.

Tikus Jinada, Celeng Demalung, dan Kutila Pas berangkat lebih dulu dengan membawa anak buah masing-masing yang berjumlah sangat banyak. Namun, sebelum mencapai istana mereka sudah tertarik melihat persawahan dan perkebunan yang saat itu hendak memasuki masa panen. Hewan-hewan tikus, babi hutan, dan kera yang tak terhitung jumlahnya itu pun menyerbu dan memakan hasil pertanian membuat para penduduk ketakutan dan melapor kepada sang raja.

PATIH JAKAPURING MEMINTA BANTUAN BEGAWAN ANDA

Begitu mendengar berita adanya serangan hama pertanian, Sri Maharaja Kanwa segera memerintahkan Patih Jakapuring memimpin pasukan melakukan penumpasan. Pertempuran sengit pun terjadi. Akan tetapi, tentara Purwacarita tidak mampu menumpas hewan-hewan tersebut karena jumlah mereka semakin lama semakin bertambah banyak dan berdatangan dari segala penjuru. Mendengar hal itu, Sri Maharaja Kanwa segera mengirim perintah supaya Patih Jakapuring pergi meminta bantuan kepada sang kakak, yaitu Begawan Anda.

Begawan Anda di Padepokan Andongdadapan menerima laporan Patih Jakapuring. Ia pun mengirimkan kedua muridnya yang bernama Putut Candramawa dan Putut Wiyunghyang untuk membantu menumpas hama yang menyerang lahan pertanian Kerajaan Purwacarita. Begawan Anda juga memberikan pusaka berupa kentongan dan mantra pengusir hama.

Patih Jakapuring, Putut Candramawa, dan Putut Wiyunghyang lalu mendatangi lahan pertanian dan berusaha menumpas hama. Putut Candramawa mengeluarkan ribuan kucing, sedangkan Putut Wiyunghyang mengeluarkan ribuan anjing. Pertempuran sengit terjadi, hingga pada akhirnya menewaskan banyak tikus, kera, dan babi hutan anak buah Tikus Jinada, Kutila pas, dan Celeng Demalung.

ANAK KEMBAR BEGAWAN ANDA DIKIRIM MEMBANTU

Tidak lama kemudian datanglah anak-anak Putut Jantaka yang lain, yaitu Kalamurti, Kalasrenggi, Sangsam Randi, dan Kidang Ujung bersama pasukan masing-masing. Mereka marah besar dan mengamuk setelah melihat bangkai-bangkai tikus, kera, dan babi hutan berserakan di tanah pertanian. Kali ini Putut Candramawa dan Putut Wiyunghyang tidak mampu menanggulangi amukan hewan-hewan tersebut.

Patih Jakapuring teringat pada pesan Begawan Anda dan segera menabuh pusaka kentongan serta membaca mantra pemberian kakaknya itu. Tiba-tiba muncullah dua orang pemuda kembar yang langsung menghadapi hama berwujud sapi, kerbau, kijang, dan rusa itu dan berhasil menumpas mereka.

Sri Maharaja Kanwa datang ke tempat pertempuran dan melihat ada dua orang pemuda kembar berhasil mengatasi masalah. Para pemuda itu mengaku bernama Raden Sengkan dan Raden Turunan, yang keduanya adalah putra Begawan Anda dari Padepokan Andongdadapan. Sri Maharaja Kanwa sangat gembira dan menyambut baik kedua keponakannya itu.

SRI MAHARAJA KANWA MENGALAHKAN PUTUT JANTAKA

Telah dua kali Putut Jantaka mengirim anak-anaknya, namun mereka belum juga kembali membawa makanan. Maka, ia pun berangkat dengan disertai anak-anaknya yang lain, yaitu Bulus Pas dan Kura Greges. Begitu mengetahui apa yang telah terjadi, Putut Jantaka sangat marah dan mengamuk melakukan pembalasan.

Putut Jantaka, Bulus Pas, dan Kura Greges mengeluarkan kesaktian mereka berupa hama dan penyakit. Sri Maharaja Kanwa akhirnya terjun ke medan pertempuran. Ia mengeluarkan kesaktian berupa ular sawa yang memangsa hama-hama tersebut, serta mendatangkan hujan Toyamarta dan angin Nilapracanda yang membersihkan Kerajaan Purwacarita dari segala macam bibit penyakit.

Putut Jantaka baru mengetahui kalau Sri Maharaja Kanwa adalah titisan Batara Wisnu, yaitu dewa yang dulu telah mengalahkan ayahnya. Menyadari betapa tinggi ilmu kesaktian Batara Wisnu, ia pun menyerah kalah dan menyatakan takluk bersama semua anak-anaknya. Akan tetapi, Sri Maharaja Kanwa ternyata membiarkan mereka tetap hidup, asalkan dengan syarat mereka hanya boleh memakan jenis makanan sisa manusia. Mereka juga hanya boleh tinggal di tempat-tempat sempit, lorong, selokan, lumbung, dan tempat gelap lainnya.

Sementara itu, di antara anak-anak Putut Jantaka ada dua yang menarik perhatian Sri Maharaja Kanwa, yaitu si sapi Kalasrenggi dan si kerbau Kalamurti. Mereka berdua beserta anak buah masing-masing diperintahkan tinggal bersama para petani untuk membantu menggarap sawah, antara lain membajak dan mengangkut hasil panen. Sebagai imbalan, mereka berhak mendapatkan makanan segar berupa rumput dan ilalang, bukan makanan sampah sebagaimana saudara-saudara mereka yang lain.

Putut Jantaka menerima segala keputusan Sri Maharaja Kanwa. Ia lalu pergi bersama anak-anaknya dan pasukan masing-masing, kecuali si kerbau dan si sapi yang sejak saat itu tinggal di pedesaan untuk membantu para petani menggarap sawah.

------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------


kembali ke: daftar isi






Tidak ada komentar:

Posting Komentar