Jumat, 13 Maret 2015

Pakumpulan Saptaarga

Kisah ini menceritakan kesalahpahaman Prabu Basumurti terhadap Resi Manumanasa yang menerima sejumlah murid di Gunung Saptaarga. Raden Basukesti diutus Prabu Basumurti untuk menangkap Resi Manumanasa, namun ia berhasil memperbaiki hubungan di antara mereka. Raden Basukesti juga mendapatkan cincin pusaka dari Batara Mahadewa yang kelak membuatnya bisa menurunkan raja-raja Tanah Jawa.

Kisah ini disusun berdasarkan sumber Serat Pustakaraja Purwa (Surakarta) karya Ngabehi Ranggawarsita yang dipadukan dengan Serat Pustakaraja Purwa (Ngasinan) karya Ki Tristuti Suryasaputra, dengan sedikit pengembangan.


Kediri, 13 Maret 2015

Heri Purwanto

------------------------------ ooo ------------------------------


PRABU BASUMURTI MENCURIGAI RESI MANUMANASA

Prabu Basumurti di Kerajaan Wirata dihadap Patih Jatikanda, Resi Wakiswara, Raden Basukesti, Raden Basunanda, serta Prabu Rambana raja Pringgadani. Mereka sedang membicarakan desas-desus bahwa Resi Manumanasa di Gunung Saptaarga hendak melakukan pemberontakan terhadap Kerajaan Wirata. Untuk itu, Prabu Basumurti telah mengutus para punggawa untuk memeriksa ke sana.

Pada saat itulah kedua punggawa yang dikirim untuk menyelidiki, yaitu Arya Kawaka dan Arya Wisraba datang menghadap dan melaporkan bahwa Resi Manumanasa benar-benar ingin memberontak kepada Kerajaan Wirata. Mereka bercerita bahwa dua orang pembantu Resi Manumanasa yang bernama Kapi Supalawa dan Janggan Smara telah mengumpulkan para pemuda desa di sekitar Gunung Saptaarga untuk melatih mereka ilmu perang dan baris-berbaris. Prabu Basumurti sangat marah mendengar laporan itu. Ia pun memerintahkan Prabu Rambana untuk menangkap Resi Manumanasa dan menghadapkannya ke istana Wirata.

Prabu Rambana mohon pamit berangkat menuju ke Gunung Saptaarga. Prabu Basumurti lalu membubarkan pertemuan dan masuk ke dalam, disambut oleh sang permaisuri Dewi Jatiswara di gapura kedaton.

RESI MANUMANASA MENGAJAR PARA SEPUPU

Sementara itu, Resi Manumanasa di Gunung Saptaarga dihadap para sepupunya, yaitu Raden Sriwanda (putra mendiang Prabu Srikala), serta Raden Artaetu, Raden Etudarma, dan Raden Darmahanara (ketiganya putra mendiang Prabu Sriwahana). Mereka berempat telah beberapa bulan ini berguru kepada Resi Manumanasa mempelajari segala macam ilmu pengetahuan. Meskipun Prabu Parikenan (ayah Resi Manumanasa) gugur saat berperang melawan Prabu Srikala, namun tiada dendam di antara anak keturunan mereka.

Hari itu Resi Manumanasa menyatakan keempat sepupunya telah menamatkan segala pelajaran darinya, dan menyarankan agar mereka menjadi pendeta setelah kembali ke Desa Andong. Untuk selanjutnya, Raden Sriwanda hendaknya memakai gelar Resi Sakra, sedangkan ketiga lainnya silakan bergelar Resi Artaetu, Resi Etudarma, dan Resi Darmahanara. Mereka berempat mematuhi, lalu mohon pamit meninggalkan Gunung Saptaarga.

Sesampainya di Desa Andong, Resi Sakra dan ketiga sepupunya segera membangun padepokan. Resi Sakra membangun Padepokan Andongpangukir, Resi Artaetu membangun Padepokan Andongsari, Resi Etudarma membangun Padepokan Andonggading, sedangkan Resi Darmahanara membangun Padepokan Andongdadapan.

PRABU RAMBANA MENYERANG GUNUNG SAPTAARGA

Prabu Rambana beserta Patih Saswamertyu dan pasukan raksasa Pringgadani telah sampai di kaki Gunung Saptaarga dan melihat seekor kera putih dan seorang laki-laki pendek bulat sedang melatih para pemuda desa ilmu perang dan baris-berbaris. Tanpa banyak tanya, Prabu Rambana langsung memerintahkan pasukannya untuk membubarkan perkumpulan itu.

Kera putih dan laki-laki bulat pendek tersebut tidak lain adalah Putut Supalawa dan Janggan Smara. Begitu mendapat serangan mendadak dari para raksasa, mereka pun memberikan perlawanan. Maka, terjadilah pertempuran di antara mereka. Para pemuda desa banyak yang menjadi korban keganasan para raksasa. Namun, para raksasa sendiri juga tidak sedikit yang roboh terkena amukan Putut Supalawa.

Demi mencegah jatuhnya korban lebih banyak, Putut Supalawa segera mengerahkan kesaktiannya berupa Angin Garuda yang membuat Prabu Rambana dan seluruh pasukannya terhempas sejauh-jauhnya dari wilayah Gunung Saptaarga.

PRABU BASUMURTI MENGIRIM RADEN BASUKESTI

Prabu Basumurti sangat marah mendengar berita kekalahan Prabu Rambana. Ia lalu memerintahkan adiknya, yaitu Raden Basukesti supaya memimpin pasukan Wirata mengempur Gunung Saptaarga. Raden Basukesti mematuhi, namun dalam hati ia masih tidak percaya kalau Resi Manumanasa menyusun pemberontakan.

Raden Basukesti pun berangkat didampingi Raden Basunanda memimpin pasukan Wirata. Namun, di tengah jalan Raden Basukesti memerintahkan berhenti. Ia berniat melakukan penyelidikan terlebih dulu apa benar Resi Manumanasa menyusun pemberontakan atau tidak. Untuk itu, Raden Basunanda diminta menunggu bersama seluruh pasukan, sedangkan Raden Basukesti melakukan penyamaran ditemani dua orang abdinya, yang bernama Indu dan Sindu.

RADEN BASUKESTI MERUWAT RAKSASA BERNAMA DITYA DARWAKA

Raden Basukseti dan kedua abdinya menyamar sebagai pedagang untuk menyelidiki benar tidaknya berita pemberontakan Resi Manumanasa. Mereka bertanya kepada para penduduk di sepanjang jalan, dan ternyata para penduduk tidak tahu-menahu soal itu. Ketika Raden Basukesti bertanya mengapa para pemuda desa berlatih perang dan baris-berbaris, para penduduk menjawab bahwa itu bukan latihan perang, melainkan latihan bela diri untuk menghadapi gangguan raksasa ganas bernama Ditya Darwaka.

Raden Basukesti penasaran dan bertanya tentang Ditya Darwaka tersebut. Para penduduk menjawab bahwa sudah beberapa bulan ini ada raksasa ganas bernama Ditya Darwaka yang sering mengamuk mencelakai banyak orang. Tidak ada seorang pun yang mampu menandinginya. Untuk itulah, para pemuda lalu berlatih ilmu bela diri kepada Putut Supalawa dan Janggan Smara di kaki Gunung Saptaarga supaya bisa mengalahkan raksasa tersebut.

Pada saat itulah Ditya Darwaka datang dan mengamuk, membuat para penduduk berlarian. Raden Basukesti segera menghadapinya. Mereka bertarung sengit di mana Raden Basukesti terdesak kewalahan. Raden Basukesti lalu melepaskan panah yang tepat mengenai leher raksasa itu hingga tewas.

Secara ajaib, jasad Ditya Darwaka musnah dan berubah menjadi seorang dewa, yaitu Batara Mahadewa, putra Batara Guru dari Batari Umaranti. Batara Mahadewa berterima kasih karena Raden Basukesti telah membebaskan dirinya dari kutukan karena tanpa sengaja telah berbuat kesalahan terhadap Batara Guru di Kahyangan Jonggringsalaka. Sebagai hadiah, Batara Mahadewa pun memberikan Cincin Manikwara untuk dipakai Raden Basukesti. Barangsiapa memakai cincin tersebut, maka dia akan menurunkan raja-raja di Tanah Jawa.

Demikianlah, Batara Mahadewa lalu kembali ke kahyangan, sedangkan para penduduk keluar dari persembunyian untuk berterima kasih kepada Raden Basukesti.

RADEN BASUKESTI MENEMUI RESI MANUMANASA

Raden Basukesti telah sampai di Pertapaan Ratawu di puncak Gunung Saptaarga. Resi Manumanasa sangat gembira menyambut saudara sepupunya itu. Raden Basukesti berterus terang bahwa kedatangannya adalah untuk menyelidiki desas-desus tentang Resi Manumanasa yang kabarnya hendak memberontak terhadap Kerajaan Wirata. Resi Manumanasa sangat terkejut dan menyatakan bahwa berita itu tidak benar.

Raden Basukesti lalu bertanya mengapa Resi Manumanasa melatih para pemuda desa ilmu bela diri seperti hendak membentuk angkatan perang. Putut Supalawa dan Janggan Smara yang juga hadir segera menjelaskan bahwa merekalah yang bertanggung jawab melatih para pemuda desa itu. Awalnya para pemuda desa itu mengeluh sering diganggu raksasa bernama Ditya Darwaka. Mereka pun ingin dilatih ilmu bela diri kepada Putut Supalawa dan Janggan Smara. Lama-kelamaan, para pemuda desa yang ikut berlatih semakin banyak, sehingga terkesan seolah-olah Resi Manumanasa hendak membentuk angkatan perang.

Putut Supalawa juga bercerita pada suatu hari datang punggawa Kerajaan Wirata bernama Arya Kawaka dan Arya Wisraba yang marah-marah dan memerintahkan supaya latihan para pemuda itu dibubarkan. Putut Supalawa tersinggung atas sikap tidak sopan mereka dan membalas dengan ucapan kasar pula. Akibatnya, terjadilah perselisihan dan berlanjut dengan perkelahian di antara mereka.

Raden Basukesti yakin telah terjadi kesalahpahaman antara Kerajaan Wirata dengan Gunung Saptaarga dikarenakan penyelidikan Arya Kawaka dan Arya Wisraba yang kurang cermat. Untuk itu, Raden Basukesti mengajak Resi Manumanasa pergi ke istana Wirata menghadap Prabu Basumurti dan menjelaskan semua persoalan supaya tidak lagi terjadi kesalahpahaman. Resi Manumanasa bersedia memenuhi ajakan tersebut. Maka, mereka pun berangkat meninggalkan pertapaan menuju Kerajaan Wirata.

PRABU BASUMURTI MEMINTA MAAF KEPADA RESI MANUMANASA

Raden Basukesti dan Resi Manumanasa telah sampai di istana Wirata, menghadap Prabu Basumurti. Raden Basukesti pun menceritakan semua peristiwa yang ia alami dari awal sampai akhir kepada sang kakak. Bahwasanya para pemuda desa berlatih ilmu bela diri di kaki Gunung Saptaarga bukanlah untuk membentuk angkatan perang, tetapi untuk menghadapi gangguan Ditya Darwaka. Adapun Ditya Darwaka telah dikalahkan oleh Raden Basukesti. Dalam hal ini Raden Basukesti tidak berani menceritakan kalau raksasa tersebut adalah penjelmaan Batara Mahadewa yang telah memberikan Cincin Manikwara pula, karena takut sang kakak akan tersinggung mendengarnya.

Mendengar penuturan Raden Basukesti, Prabu Basumurti sangat malu telah salah paham kepada Resi Manumanasa. Ia pun meminta maaf namun masih ada perasaan ragu-ragu di hatinya. Resi Manumanasa paham akan hal itu dan segera mengucapkan sumpah setia kepada Prabu Basumurti dan Kerajaan Wirata, dengan Raden Basukesti sebagai saksi.

Prabu Basumurti merasa lega. Ia lantas memberikan hadiah berupa emas dan permata untuk bekal hidup sehari-hari Resi Manumanasa dan para murid di Gunung Saptaarga.

------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------


kembali ke : daftar isi




Tidak ada komentar:

Posting Komentar