Kamis, 31 Agustus 2017

Gatutkaca Rabi



Kisah ini menceritakan tentang perkawinan antara Raden Gatutkaca putra Arya Wrekodara dengan Endang Pregiwa putri Raden Arjuna.

Kisah ini saya olah dari dongeng yang disampaikan orang tua saya, dengan sedikit pengembangan seperlunya.

Kediri, 31 Agustus 2017

Heri Purwanto

Untuk daftar judul lakon wayang lainnya, klik di sini
 
Raden Gatutkaca.

------------------------------ ooo ------------------------------

PRABU DURYUDANA HENDAK MENIKAHKAN RADEN LESMANA MANDRAKUMARA DENGAN ENDANG PREGIWA

Di Kerajaan Hastina, Prabu Duryudana memimpin pertemuan dengan dihadap Danghyang Druna dari Padepokan Sokalima, Adipati Karna dari Awangga, Patih Sangkuni dari Plasajenar, dan Raden Kartawarma dari Tirtatinalang. Hari itu Prabu Duryudana membicarakan tentang Raden Lesmana Mandrakumara, putranya yang jatuh cinta kepada Endang Pregiwa, putri Raden Arjuna.

Beberapa bulan yang lalu, Raden Abimanyu dan Raden Lesmana Mandrakumara bersaing memperebutkan Dewi Sitisundari, putri Prabu Kresna di Kerajaan Dwarawati. Persaingan tersebut dimenangkan oleh Raden Abimanyu yang berhasil mendapatkan dua gadis desa yang berwajah mirip tetapi bukan saudara kembar sebagai syarat pernikahan. Mereka adalah Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati yang ternyata adalah putri Raden Arjuna dengan Endang Manuhara.

Karena kalah dalam persaingan, Raden Lesmana Mandrakumara sangat kecewa, tetapi perhatiannya kemudian beralih kepada Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati. Ia pun meminta kepada Prabu Duryudana untuk melamarkan salah satu dari mereka. Dewi Banuwati menyarankan agar Endang Pregiwa saja yang dilamar, jangan Endang Pregiwati. Prabu Duryudana setuju pada usulan sang istri. Akan tetapi, kemudian terdengar kabar bahwa Endang Pregiwa akan menikah dengan sepupunya sendiri, yaitu Raden Gatutkaca, putra Arya Wrekodara. Bahkan, Prabu Duryudana juga mendapat undangan atas pernikahan tersebut yang akan diselenggarakan bulan depan.

Prabu Duryudana merasa sedih melihat putranya kecewa untuk yang kedua kalinya. Oleh sebab itu, ia pun meminta tolong kepada Danghyang Druna untuk mengatasi masalah ini. Raden Arjuna adalah murid kesayangan Danghyang Druna, dan sebaliknya Pandawa nomor tiga itu pun sangat hormat dan patuh kepada gurunya tersebut. Maka, Prabu Duryudana ingin memohon bantuan kepada Danghyang Druna agar pergi ke Kesatrian Madukara, meminta Raden Arjuna membatalkan pertunangan putrinya dengan Raden Gatutkaca.

Danghyang Druna berkata dirinya agak keberatan jika harus melakukan hal itu, karena memisahkan dua insan yang saling jatuh cinta adalah perbuatan tidak benar. Alangkah baiknya Raden Lesmana Mandrakumara mencari perempuan lain saja daripada menginginkan Endang Pregiwa. Raden Gatutkaca dan Endang Pregiwa hendak dinikahkan adalah karena mereka saling mencintai dan ini sudah terlihat sejak mereka pertama bertemu.

Patih Sangkuni ikut bicara. Mungkin benar Endang Pregiwa dan Raden Gatutkaca saling jatuh cinta sejak mereka pertama bertemu menjelang pernikahan Raden Abimanyu dan Dewi Sitisundari beberapa bulan lalu. Akan tetapi, ada hal yang lebih penting dipikirkan daripada mengurusi soal percintaan muda-mudi tersebut.

Danghyang Druna bertanya perkara penting apakah yang dimaksud Patih Sangkuni itu. Patih Sangkuni bercerita bahwa dulu Bagawan Abyasa meramalkan kelak antara keturunan Adipati Dretarastra yaitu para Kurawa, dan keturunan Prabu Pandu yaitu para Pandawa akan saling bertempur dalam sebuah perang besar mahadahsyat bernama Perang Bratayuda. Namun, itu semua hanyalah ramalan. Terjadi atau tidak, bisa diusahakan sejak dini. Apabila Danghyang Druna berhasil menyingkirkan Raden Gatutkaca dan kemudian menyatukan Raden Lesmana Mandrakumara dan Endang Pregiwa, maka hubungan antara pihak Kurawa dan Pandawa menjadi lebih dekat. Tentunya hal ini bisa menjadi sarana untuk mencegah terjadinya Perang Bratayuda.

Danghyang Druna terkesan mendengar uraian Patih Sangkuni. Ia sendiri selama ini selalu ngeri dan takut apabila membayangkan tentang ramalan Perang Bratayuda. Danghyang Druna adalah guru dari para Kurawa dan Pandawa. Membayangkan murid-muridnya saling berperang dan saling bunuh sudah pasti membuat ia merinding dan berharap hal itu jangan sampai terjadi. Kini, mendengar saran dari Patih Sangkuni membuatnya bersemangat dan akhirnya ia pun setuju apabila Raden Lesmana Mandrakumara menikah dengan Endang Pregiwa.

Prabu Duryudana merasa senang. Ia meminta Danghyang Druna entah bagaimana caranya harus bisa membatalkan perkawinan Endang Pregiwa dengan Raden Gatutkaca, lalu menggantikannya dengan Raden Lesmana Mandrakumara. Danghyang Druna menjawab sanggup. Ia siap meskipun harus menggunakan ilmu hitam, asalkan bisa menggagalkan Perang Bratayuda. Prabu Duryudana merasa gembira dan berharap sang guru berhasil mewujudkan keinginannya. Setelah dirasa cukup, ia pun membubarkan pertemuan dan melepas keberangkatan Danghyang Druna dengan penghormatan.

Prabu Duryudana.

PATIH SANGKUNI MEMPERSIAPKAN PARA KURAWA UNTUK MENGAWAL DANGHYANG DRUNA

Setelah Prabu Duryudana membubarkan pertemuan, Patih Sangkuni pun keluar istana menemui para Kurawa di paseban luar. Arya Dursasana, Raden Srutayu, Raden Kartawarma, Raden Durmagati, Raden Citraksa, Raden Citraksi, Raden Durjaya, Raden Durmuka, dan sudara-saudara mereka yang lain, serta Adipati Jayadrata dan Bambang Aswatama menyambut sang paman dan bertanya ada tugas apa dari Prabu Duryudana.

Patih Sangkuni menjelaskan bahwa Prabu Duryudana menghendaki Danghyang Druna agar melamar Endang Pregiwa untuk Raden Lesmana Mandrakumara. Arya Dursasana heran karena berita yang tersebar bahwa Endang Pregiwa akan menikah dengan Raden Gatutkaca, bahkan Kerajaan Hastina juga sudah mendapat undangan pula. Patih Sangkuni membenarkan hal itu, namun karena Raden Lesmana Mandrakumara sudah cinta mati kepada Endang Pregiwa, maka Prabu Duryudana pun meminta Danghyang Druna agar membatalkan pernikahan Raden Gatutkaca dengan putri Raden Arjuna tersebut.

Raden Durmagati yang berwatak polos menyarankan agar Prabu Duryudana mencari calon menantu yang lain saja, jangan mengganggu gadis yang sudah bertunangan dengan pemuda lain. Patih Sangkuni berkata perkawinan Raden Lesmana Mandrakumara dengan Endang Pregiwa ini akan menguntungkan pihak Hastina, karena dapat mencegah terjadinya Perang Bratayuda. Selain itu, Raden Arjuna akan terikat kekeluargaan dengan para Kurawa. Jika Kerajaan Hastina memiliki musuh, maka Panengah Pandawa tersebut bisa diandalkan untuk membantu. Tadinya Danghyang Druna juga tidak setuju jika membatalkan pertunangan Raden Gatutkaca dengan Endang Pregiwa. Namun, setelah mengetahui bahwa ada banyak keuntungan di balik ini semua, maka ia pun bersedia menjadi duta pelamar bagi Raden Lesmana Mandrakumara.

Arya Dursasana dan adik-adiknya lalu bertanya apa yang bisa mereka bantu. Patih Sangkuni mengatakan bahwa, para Kurawa hendaknya mengawal keberangkatan Danghyang Druna menuju Kesatrian Madukara. Besoknya, Prabu Duryudana dan Dewi Banuwati akan menyusul dengan mengiring Raden Lesmana Mandrakumara sebagai calon pengantin.

Demikianlah, Patih Sangkuni lalu membubarkan pertemuan. Para Kurawa segera menyiapkan pasukan melaksanakan tugas mengawal keberangkatan Danghyang Druna.

Patih Sangkuni.

ARYA SETYAKI MENJEMPUT RESI ANOMAN DI PADEPOKAN KENDALISADA

Di Padepokan Kendalisada, Resi Anoman menerima kunjungan Arya Setyaki dari Kesatrian Swalabumi. Setelah saling bertanya kabar, Arya Setyaki pun berkata bahwa dirinya hendak pergi ke Kesatrian Jodipati, untuk menghadiri perkawinan Raden Gatutkaca dengan Endang Pregiwa.

Resi Anoman bertanya mengapa harus berangkat sekarang, bukankah perkawinan tersebut akan dilaksanakan bulan depan? Arya Setyaki menjawab bahwa keberangkatannya kali ini adalah karena perintah dari sang kakak ipar, yaitu Prabu Kresna di Dwarawati. Menurut firasat Prabu Kresna, akan terjadi hal kurang baik yang akan mengganggu kelangsungan pernikahan tersebut. Itulah sebabnya Prabu Kresna memerintahkan Arya Setyaki untuk berangkat terlebih dulu dan membantu Arya Wrekodara mengatasi masalah yang akan terjadi itu. Resi Anoman juga diperintahkan untuk ikut membantu. Itulah sebabnya, Arya Setyaki pun singgah di Padepokan Kendalisada untuk sekalian menjemput Resi Anoman agar berangkat bersama menuju ke sana.

Begitu mendengar ini adalah perintah Prabu Kresna, Resi Anoman segera menyatakan sanggup. Ia dan Arya Setyaki pun segera keluar dari padepokan untuk berangkat bersama.

Arya Setyaki.

RESI ANOMAN DAN ARYA SETYAKI BENTROK DENGAN PARA KURAWA

Dalam perjalanan menuju Kerajaan Amarta, Resi Anoman dan Arya Setyaki bertemu dengan rombongan Danghyang Druna. Dari percakapan para Kurawa, mereka berdua pun mengetahui bahwa Danghyang Druna bertujuan untuk menggagalkan perkawinan antara Raden Gatutkaca dengan Endang Pregiwa. Arya Setyaki yang mudah panas segera menghadang mereka. Resi Anoman hendak mencegah namun sudah terlambat. Arya Setyaki sudah terlibat pertarungan melawan para Kurawa.

Resi Anoman ikut membantu kesatria dari Swalabumi tersebut. Pertempuran sengit pun terjadi. Karena jumlah musuh terlalu banyak, Resi Anoman mengajak Arya Setyaki mundur untuk segera melaporkan hal ini kepada Arya Wrekodara dan Raden Gatutkaca di Kesatrian Jodipati.

Resi Anoman.

DANGHYANG DRUNA MENGGUNA-GUNAI RADEN ARJUNA

Rombongan para Kurawa akhirnya sampai di Kesatrian Madukara. Raden Arjuna menyambut kedatangan mereka, terutama kepada sang guru, yaitu Danghyang Druna selaku kepala rombongan. Setelah saling bertanya kabar, Danghyang Druna pun berterus terang bahwa maksud kedatangannya ialah untuk melamar Endang Pregiwa sebagai calon istri Raden Lesmana Mandrakumara. Patih Sangkuni maju menyerahkan berbagai macam emas permata dan pakaian indah sebagai tanda ikatan antara kedua muda-mudi tersebut.

Raden Arjuna merasa serbasalah, karena Endang Pregiwa sudah terlanjur dipertunangkan dengan Raden Gatutkaca, sepupunya sendiri. Undangan pun sudah disebar, bahwa bulan depan mereka berdua akan menikah. Danghyang Druna tidak kurang akal. Ia sudah bertekad untuk menggagalkan Perang Bratayuda, maka perkawinan antara Raden Lesmana Mandrakumara dengan Endang Pregiwa harus berhasil. Oleh sebab itu, ia pun menggunakan segela macam cara, termasuk cara licik, yaitu mengguna-gunai Raden Arjuna.

Danghyang Druna lalu menyerahkan minuman legen aren yang ia bawa dari Padepokan Sokalima khusus untuk Raden Arjuna. Di dalam minuman tersebut terdapat serbuk ramu-ramuan yang sudah diberi mantra. Raden Arjuna tanpa curiga menerima legen tersebut dan meminumnya dengan gembira. Seketika ia menjadi pusing dan pikirannya pun bingung. Danghyang Druna bertanya apakah lamaran Raden Lesmana Mandrakumara diterima. Raden Arjuna sudah tidak dapat berpikir jernih gara-gara minuman tersebut. Ia pun menerima lamaran Raden Lesmana Mandrakumara untuk Endang Pregiwa dan mereka berdua akan dinikahkan besok. Danghyang Druna dan Patih Sangkuni senang melihat rencana mereka berhasil.

Raden Arjuna lalu memanggil putranya, yaitu Raden Abimanyu untuk ditugasi pergi ke Kesatrian Jodipati. Raden Abimanyu diperintahkan untuk mengembalikan barang-barang lamaran Raden Gatutkaca, karena Endang Pregiwa akan dinikahkan dengan Raden Lesmana Mandrakumara besok. Raden Abimanyu heran mengapa ayahnya bisa berubah keputusan begitu mendadak. Raden Arjuna marah karena Raden Abimanyu banyak bertanya. Karena takut melihat mata ayahnya berwarna merah, Raden Abimanyu pun buru-buru pamit melaksanakan tugas.

Danghyang Druna.

ARYA WREKODARA MENGUSIR RADEN GATUTKACA

Di Kesatrian Jodipati, Arya Wrekodara bersama Prabustri Arimbi dan Raden Gatutkaca menerima kedatangan Raden Abimanyu. Dengan gugup dan penuh ketakutan, Raden Abimanyu mengembalikan semua barang-barang tanda ikatan yang diberikan Raden Gatutkaca kepada Endang Pregiwa. Raden Abimanyu lalu berkata bahwa kakak perempuannya itu besok akan dinikahkan dengan Raden Lesmana Mandrakumara.

Arya Wrekodara, Raden Gatutkaca, dan Prabustri Arimbi terkejut. Bukannya marah kepada Raden Arjuna, justru Arya Wrekodara melampiaskan kekesalannya kepada Raden Gatutkaca. Ia memarahi putranya itu sebagai pemuda malas yang jarang bertapa, jarang berpuasa, kurang prihatin, sehingga cita-citanya kandas di tengah jalan. Raden Gatutkaca bersedih karena pernikahannya dibatalkan secara sepihak oleh sang paman Raden Arjuna, kini ayahnya pun memarahi seperti itu.

Prabustri Arimbi berusaha membela putranya, namun Arya Wrekodara semakin marah. Pandawa nomor dua itu mengusir Raden Gatutkaca yang dianggap mempermalukan keluarga. Raden Gatutkaca pun melesat keluar dengan mata berkaca-kaca. Raden Abimanyu yang ketakutan segera ikut pergi menyusul sepupunya tersebut.

Tidak lama kemudian Resi Anoman dan Arya Setyaki datang. Mereka menyampaikan pesan dari Prabu Kresna agar Arya Wrekodara berhati-hati karena ada pihak yang hendak menggagalkan pernikahan Raden Gatutkaca dengan Endang Pregiwa. Prabustri Arimbi menangis dan menceritakan apa yang baru saja terjadi. Resi Anoman menegur Arya Wrekodara mengapa terburu nafsu mengusir putra sendiri, bukannya membantu mengatasi masalah yang sedang dialaminya. Arya Wrekodara marah karena Resi Anoman dan Arya Setyaki ikut campur urusan keluarganya. Keduanya pun diusir pula dari Kesatrian Jodipati.

Arya Wrekodara.

RADEN GATUTKACA HENDAK BUNUH DIRI

Raden Abimanyu dan para panakawan mengejar Raden Gatutkaca tetapi tertinggal jauh. Raden Gatutkaca terbang di angkasa tanpa tujuan dengan kecepatan tinggi. Ia merasa patah hati karena sang kekasih akan menikah dengan orang lain, ditambah lagi ayahnya juga tidak mau membantu. Karena sakit hatinya bertambah besar, ia pun memutuskan untuk bunuh diri saja daripada hidup menanggung malu.

Maka, Raden Gatutkaca pun menabrak pohon dengan sekuat tenaga. Namun, bukannya mati, justru pohon tersebut yang tumbang. Ia lalu terbang ke atas, kemudian menjatuhkan diri ke bawah, menimpa sebongkah batu besar. Namun, lagi-lagi ia tidak mati tetapi batu besar tersebut yang hancur berantakan. Tidak kehabisan akal, Raden Gatutkaca menceburkan diri ke dalam sungai. Namun, pusaka Kotang Antrakusuma yang ia pakai membuat tubuhnya menjadi ringan dan mengambang sendiri ke permukaan.

Raden Gatutkaca bingung entah bagaimana caranya bisa bunuh diri. Ia lalu memukuli tubuhnya sendiri hingga babak belur. Tiba-tiba terdengar suara seseorang tertawa. Ternyata yang datang adalah Prabu Kresna Wasudewa. Prabu Kresna mengejek Raden Gatutkaca sebagai kesatria yang cengeng karena bunuh diri hanya karena putus cinta. Masih banyak perempuan lain yang lebih cantik daripada Endang Pregiwa. Raden Gatutkaca menjawab ini bukan soal kecantikan, tetapi soal cinta. Perempuan yang ia cintai hanyalah Endang Pregiwa seorang, mana mungkin bisa digantikan gadis lain.

Prabu Kresna bertanya apakah Raden Gatutkaca sudah memastikan Endang Pregiwa lebih mencintai Raden Lesmana Mandrakumara daripada dirinya. Jika memang Endang Pregiwa lebih mencintai Raden Lesmana, maka Raden Gatutkaca sebaiknya merelakan saja. Percuma bunuh diri membela kekasih yang sudah tidak menaruh cinta. Namun, jika Endang Pregiwa lebih mencintai Raden Gatutkaca, maka bunuh diri juga tidak ada gunanya, bahkan justru rugi besar. Sebagai seorang kesatria dan juga calon raja Pringgadani, tidak sepantasnya Raden Gatutkaca terburu nafsu, tetapi harus mengumpulkan data terlebih dahulu sebelum bertindak.

Raden Gatutkaca baru sadar kalau dirinya berbuat keliru. Namun, apa gunanya jika Endang Pregiwa lebih mencintainya, tetap saja besok menikah dengan pria lain. Prabu Kresna berkata jadi laki-laki jangan mudah menyerah. Jika memang sang kekasih sudah dijodohkan dengan orang lain, maka lebih baik diculik saja, seperti dulu Prabu Kresna pernah menculik Dewi Rukmini dari Kerajaan Kumbina.

Raden Gatutkaca merasa mendapat semangat baru. Kebetulan Raden Abimanyu datang, disusul kemudian Resi Anoman dan Arya Setyaki datang pula. Ketiganya menghibur Raden Gatutkaca agar jangan mudah menyerah karena mereka siap membantu menggagalkan perkawinan Endang Pregiwa dengan Raden Lesmana Mandrakumara.

Prabu Kresna senang mendengarnya. Ia lalu mengatur siasat yang harus dijalankan oleh keempat orang tersebut.

Prabu Kresna.

RADEN ABIMANYU MEMASUKKAN RADEN GATUTKACA KE DALAM TAMAN MADUGANDA

Malam harinya, Raden Abimanyu kembali ke Kesatrian Madukara. Ia melapor kepada Raden Arjuna bahwa tugas untuk memulangkan barang-barang pertunangan kepada Raden Gatutkaca sudah dilaksanakan. Sekarang ia mohon izin untuk bertemu sang kakak, yaitu Endang Pregiwa. Raden Arjuna berkata, Endang Pregiwa saat ini sedang dipingit di Taman Maduganda dan dijaga Endang Pregiwati seorang. Siapa pun tidak boleh menemui calon pengantin tersebut. Raden Abimanyu berkata dirinya adalah adik dari Endang Pregiwa, bukan orang lain, mengapa tidak boleh bertemu? Raden Arjuna marah dan hendak memukul putranya itu karena berani membantah. Pada saat itulah Dewi Sumbadra muncul melindungi putranya. Ia mengizinkan Raden Abimanyu masuk ke dalam Taman Maduganda dan marah kepada Raden Arjuna yang bertindak kasar terhadap putra sendiri.

Berkat perlindungan sang ibu, Raden Abimanyu berhasil masuk ke dalam Taman Maduganda. Di sana ia melihat Endang Pregiwa menangis dan dihibur Endang Pregiwati di sampingnya. Raden Abimanyu lalu membaca mantra dan dari cincinnya pun keluar Raden Gatutkaca.

Endang Pregiwa gembira melihat sang kekasih datang, tetapi pura-pura tidak peduli. Raden Abimanyu lalu mengajak Endang Pregiwati pergi menjauh, supaya mereka berdua leluasa untuk saling mengutarakan isi hati. Setelah keadaan sepi, Raden Gatutkaca bertanya apakah Endang Pregiwa mencintainya. Endang Pregiwa takut pada sang ayah, maka ia terpaksa berbohong bahwa dirinya telah jatuh cinta kepada Raden Lesmana Mandrakumara dan besok akan menjadi istrinya. Raden Gatutkaca sedih mendengarnya. Ia pun mohon pamit hendak bunuh diri membenturkan kepala ke arah tembok taman. Endang Pregiwa terkejut dan segera memeluk tubuh Raden Gatutkaca dari belakang. Ia minta maaf telah berbohong supaya Raden Gatutkaca melupakannya dan mencari wanita lain saja. Tak disangka, cinta Raden Gatutkaca begitu mendalam dan rela bunuh diri daripada patah hati.

Raden Gatutkaca senang mendengarnya. Ia pun mengajak Endang Pregiwa kabur meninggalkan Kesatrian Madukara untuk menikah dan hidup di desa terpencil berdua. Endang Pregiwa bersedia ikut asalkan mereka tidak berpisah lagi. Jika nanti Raden Gatutkaca sampai tertangkap sang ayah dan dihukum mati, Endang Pregiwa rela ikut mati. Kedua kekasih itu telah bersatu hati. Raden Gatutkaca lalu menggendong tubuh Endang Pregiwa dan membawanya terbang ke angkasa.

Setelah keduanya pergi, Raden Abimanyu dan Endang Pregiwati muncul. Endang Pregiwati menangis melihat kakaknya telah diculik dan ia takut dimarahi sang ayah. Raden Abimanyu berbisik di telinga kakaknya itu agar jangan bersedih karena ini sudah menjadi bagian dari siasat Prabu Kresna. Raden Abimanyu lalu membaca mantra. Dari cincinnya keluar Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati palsu. Ia kemudian membaca mantra lagi dan memasukkan Endang Pregiwati yang asli ke dalam cincin.

Endang Pregiwa palsu adalah penjelmaan Resi Anoman, sedangkan Endang Pregiwati palsu adalah penjelmaan Arya Setyaki. Mereka berdua telah didandani Prabu Kresna untuk mengacaukan perkawinan Raden Lesmana Mandrakumara besok pagi.

Raden Abimanyu.

PERNIKAHAN RADEN LESMANA MANDRAKUMARA DENGAN ENDANG PREGIWA PALSU

Esok harinya, Prabu Duryudana dan Dewi Banuwati datang bersama calon mempelai, yaitu Raden Lesmana Mandrakumara. Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra menyambut mereka. Raden Arjuna dan Dewi Banuwati beramah tamah dengan akrab, membuat Prabu Duryudana dan Dewi Sumbadra cemburu dan segera menengahi mereka. Prabu Puntadewa, Dewi Drupadi, dan si kembar Raden Nakula-Raden Sadewa juga ikut hadir memberikan restu kepada kedua mempelai. Hanya Arya Wrekodara seorang satu-satunya Pandawa yang tidak datang.

Pada jam yang telah ditentukan, Raden Lesmana Mandrakumara dan Endang Pregiwa pun dinikahkan. Setelah upacara selesai, Raden Lesmana langsung menggendong Endang Pregiwa masuk kamar. Dewi Sumbadra tidak suka pada kelakuan menantunya itu dan ia pun menyindir-nyindir Dewi Banuwati tidak dapat mendidik putra dengan baik.

Raden Lesmana Mandrakumara.

RADEN LESMANA MANDRAKUMARA DIPERMAINKAN ENDANG PREGIWA DAN ENDANG PREGIWATI PALSU

Begitu sampai di dalam kamar, Raden Lesmana Mandrakumara langsung mengajak Endang Pregiwa bersetubuh. Namun, Endang Pregiwa menjawab dirinya ingin memijat suaminya terlebih dulu. Raden Lesmana pun gembira dan segera tengkurap di ranjang. Endang Pregiwa mulai memijat. Raden Lesmana merasa ada yang aneh karena bukannya nyaman tetapi justru sakit yang ia rasakan. Ketika ia menoleh, ternyata yang memijat punggungnya adalah Resi Anoman sambil menyeringai memperlihatkan gigi-giginya yang tajam. Raden Lesmana pun dijambak rambutnya dan dibanting berkali-kali di lantai.

Raden Lesmana Mandrakumara ketakutan dan lari keluar kamar. Di luar ia bertemu Endang Pregiwati yang bertanya dengan lembut apa yang baru saja terjadi. Raden Lesmana terpesona pada adik iparnya itu dan berniat kurang ajar kepadanya. Namun, Endang Pregiwati balas memukul. Meskipun pukulannya pelan, tetapi tangan gadis ini terasa begitu mantap, membuat pandangan Raden Lesmana terasa berkunang-kunang.

Raden Lesmana menangis meminta perkawinan dibatalkan dan ingin pulang ke Hastina. Patih Sangkuni dan Danghyang Druna datang menolong. Endang Pregiwati palsu pun kembali ke wujud asalnya, yaitu Arya Setyaki, sedangkan Endang Pregiwa palsu telah berubah menjadi Resi Anoman. Patih Sangkuni dan Danghyang Druna pun dipukuli oleh mereka berdua hingga memilih kabur mengamankan diri.

Prabu Duryudana marah-marah dan menuduh Raden Arjuna telah berniat mempermalukan keluarganya. Raden Arjuna kesal dan segera melabrak Resi Anoman dan Arya Setyaki. Kedua orang itu pun tunduk tidak melawan sama sekali. Keduanya diringkus Raden Arjuna, kemudian diikat dan dihadapkan kepada Prabu Duryudana.

Raden Abimanyu dan Endang Pregiwati yang asli segera datang menghadap. Mereka mengaku ikut bertanggung jawab atas hilangnya Endang Pregiwa dan memohon agar ikut dihukum pula. Raden Arjuna semakin marah dan menampar pipi putra dan putrinya itu.

Endang Pregiwati.

PARA KURAWA MENGEJAR RADEN GATUTKACA

Pada saat itulah Prabu Kresna datang menampakkan diri. Ia berkata Raden Arjuna percuma menghukum Resi Anoman, Arya Setyaki, Raden Abimanyu, dan Endang Pregiwati, karena penjahat yang sebenarnya bukanlah mereka, tetapi Raden Gatutkaca yang telah menculik Endang Pregiwa. Mendengar itu, Prabu Duryudana segera memerintahkan adik-adiknya untuk mengejar si penculik tersebut.

Arya Dursasana, Raden Kartawarma, Adipati Jayadrata, dan yang lain pun bergegas memburu Raden Gatutkaca. Akhirnya, mereka melihat Raden Gatutkaca berdiri di tengah jalan, seolah mengakui bahwa dirinya menantang mereka. Para Kurawa pun ramai-ramai menyerang pemuda itu. Terjadilah pertempuran sengit. Setelah mengetahui bahwa Endang Pregiwa hanya mencintai dirinya seorang, Raden Gatutkaca seolah mendapat semangat baru. Ia pun bertarung dengan gagah berani, seorang diri mampu membuat para Kurawa itu berhamburan melarikan diri.

Tiba-tiba Raden Arjuna datang melabrak Raden Gatutkaca. Melihat yang datang adalah sang paman yang juga calon mertua, Raden Gatutkaca langsung berlutut menyerahkan diri. Raden Arjuna pun menghajarnya. Ia memukuli keponakannya itu dan mengancam akan membunuhnya.

Arya Dursasana.

PRABU KRESNA MENGADU DOMBA RADEN ARJUNA DAN ARYA WREKODARA

Prabu Kresna paham Raden Arjuna masih dalam pengaruh guna-guna Danghyang Druna. Ia pun melesat terbang dan dalam sekejap sudah tiba di hadapan Arya Wrekodara. Kepada Pandawa nomor dua itu ia bercerita bahwa Raden Gatutkaca tertangkap Raden Arjuna karena menculik Endang Pregiwa dan sebentar lagi dihukum mati. Arya Wrekodara menjawab tidak peduli. Jika memang anaknya bersalah dan dihukum mati, itu sudah sepantasnya. Bahkan bila perlu, orang yang mengajari Raden Gatutkaca menculik Endang Pregiwa harus ikut dihukum pula.

Prabu Kresna tersenyum melihat sikap kaku Arya Wrekodara. Ia lalu berkata bahwa Raden Arjuna memaki Raden Gatutkaca sebagai anak kurang ajar, pasti orang tuanya juga kurang ajar. Raden Arjuna juga berkata, Arya Wrekodara adalah manusia bodoh yang hanya bisa membuat anak tetapi tidak dapat mendidik anak dengan benar. Mendengar itu, amarah Arya Wrekodara bangkit. Ia pun melangkah lebar menuju tempat putranya ditangkap.

Sesampainya di sana, ia melihat Raden Arjuna menghunus Keris Kalanadah hendak membunuh Raden Gatutkaca. Endang Pregiwa muncul pula dan ikut berlutut di samping sang kekasih. Arya Wrekodara marah melihat Raden Arjuna sudah gelap mata tidak dapat membedakan baik dan buruk. Ia pun mengangkat Gada Rujakpolo untuk menangkis Keris Kalanadah di tangan Raden Arjuna.

Raden Arjuna marah dan menyerang Arya Wrekodara. Kedua bersaudara itu lalu bertarung sengit. Yang satu bersenjata keris, dan yang satu bersenjata gada besar. Namun, Raden Arjuna sedang dalam pengaruh guna-guna sehingga tidak dapat berpikir jernih. Suatu ketika ia lengah dan kepalanya pun terkena pukulan Gada Rujakpolo.

Pukulan gada pusaka itu membuat kesadaran Raden Arjuna pulih setengah bagian. Melihat ayahnya terluka, Endang Pregiwa segera lari mendekat dan menangis di lutut Raden Arjuna. Tetesan air mata putrinya membasahi kaki Raden Arjuna, membuat kesadarannya pun pulih sepenuhnya.

Raden Arjuna.

RADEN GATUTKACA MENIKAH DENGAN ENDANG PREGIWA

Prabu Kresna meminta Arya Wrekodara tidak perlu melanjutkan pertarungan karena Raden Arjuna telah terbebas dari guna-guna Danghyang Druna. Tampak Raden Arjuna menangis memeluk Raden Gatutkaca dan Endang Pregiwa, serta meminta maaf kepada mereka berdua.

Arya Wrekodara berkata tidak bisa semudah itu meminta maaf. Raden Arjuna sudah memukuli Raden Gatutkaca, maka Arya Wrekodara akan balas memukuli Raden Abimanyu. Dengan demikian urusan menjadi impas. Raden Arjuna berkata sang kakak boleh meminta apa saja kepadanya, asalkan tidak balas memukuli putranya. Mendengar itu, Arya Wrekodara pun meminta Raden Arjuna menyerahkan Keris Kalanadah kepada Raden Gatutkaca, karena keris tersebut sesungguhnya adalah pusaka Kerajaan Pringgadani.

Raden Arjuna terkenang peristiwa lebih dari dua puluh tahun yang lalu. Saat itu Prabu Pandu berperang melawan Prabu Tremboko. Prabu Tremboko tewas terkena Keris Pulanggeni milik Prabu Pandu, sedangkan Prabu Pandu terluka pahanya oleh tusukan Keris Kalanadah milik Prabu Tremboko. Resiwara Bisma pun mencabut Keris Kalanadah dan Keris Pulanggeni lalu menyerahkan keduanya kepada Raden Arjuna yang saat itu masih remaja. Setelah dirawat beberapa hari, Prabu Pandu akhirnya meninggal pula.

Raden Arjuna menyadari bahwa Keris Kalanadah memang milik Prabu Tremboko, sehingga wajar bila diserahkan kepada ahli warisnya, yaitu Raden Gatutkaca. Maka, dengan menyerahkan keris pusaka tersebut, ini berarti Raden Arjuna telah merestui Raden Gatutkaca menikah dengan Endang Pregiwa.

Prabu Duryudana dan para Kurawa marah melihat perubahan sikap Raden Arjuna. Namun, Dewi Banuwati meminta urusan ini tidak perlu diperpanjang dan sebaiknya mereka pulang saja ke Kerajaan Hastina. Prabu Duryudana tidak berani membantah istrinya. Ia pun mengajak adik-adiknya pulang meninggalkan Kesatrian Madukara.

Prabu Kresna dan para Pandawa bersyukur karena Raden Gatutkaca dan Endang Pregiwa telah lulus uji dan membuktikan keteguhan cinta mereka. Kedua muda-mudi yang berbahagia itu pun dinikahkan dengan upacara yang meriah.

Endang Pregiwa.
 
------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------




CATATAN : Kisah Resi Anoman menyamar sebagai Endang Pregiwa dan Arya Setyaki menyamar sebagai Endang Pregiwati adalah tambahan dari saya untuk memperkaya jalinan cerita.


Untuk kisah Raden Arjuna mendapatkan Keris Kalanadah dapat dibaca di sini














1 komentar:

  1. " Prabu Tremboko tewas terkena Keris Pulanggeni milik Prabu Pandu, sedangkan Prabu Pandu terluka pahanya oleh tusukan Keris Kalanadah milik Prabu Tremboko. Resiwara Bisma pun mencabut Keris Kalanadah dan Keris Pulanggeni lalu menyerahkan keduanya kepada Raden Arjuna yang saat itu masih remaja. Setelah dirawat beberapa hari, Prabu Pandu akhirnya meninggal pula."
    Apakah Prabu Pandu yang dimaksud itu ayah bagi Pandawa? Jika iya, bukankah Prabu Pandu meninggal karna kutukan, karna dia telah membunuh kijang (jelmaan Dewa)

    BalasHapus