Jumat, 07 November 2014

Arnapurna Tundung

Kisah ini menceritakan usaha Batara Kala untuk mempermalukan Batara Wisnu melalui anaknya yang bernama Batara Arnapurna. Akhirnya, Batara Arnapurna pun dikutuk Batara Wisnu menjadi raksasa bernama Ditya Sudramurti. Kelak, dari Ditya Sudramurti akan lahir tiga orang raksasa, dan salah satunya bernama Ditya Wisnungkara, yang menjadi titisan Batara Wisnu.

Kisah ini disusun berdasarkan sumber Serat Pustakaraja Purwa karya Ngabehi Ranggawarsita, dengan sedikit pengembangan.


Kediri, 07 November 2014

Heri Purwanto

------------------------------ ooo ------------------------------

Prabu Wisnupati

SIKAP ORANG-ORANG GILINGWESI TERHADAP RAJA BARU

Di Kerajaan Gilingwesi, sedang terjadi perselisihan antara dua kelompok, yaitu kelompok yang siap menerima Batara Brahma sebagai raja baru, melawan kelompok yang menentang hal itu. Danghyang Suktina mewakili kelompok pertama menjelaskan bahwa Kerajaan Gilingwesi sudah kalah, dan sudah sewajarnya jika tunduk pada keputusan pihak pemenang. Lagipula, pada zaman dulu Kerajaan Gilingwesi bernama Medang Gili, adalah negeri yang dibangun oleh Batara Brahma, sehingga wajar jika sekarang kembali kepada pemiliknya semula.

Di lain pihak, Arya Wakya dan Arya Byatara (dua orang putra mendiang Begawan Anggara) menyatakan keberatan dan ingin menghimpun kekuatan untuk menolak kedatangan Batara Brahma, serta membalaskan kematian Prabu Watugunung. Akan tetapi, mereka kalah suara karena Danghyang Suktina akhirnya berhasil meyakinkan semua menteri dan punggawa. Maka, kedua arya itu diam-diam meninggalkan istana Gilingwesi dengan membawa serta Raden Radeya (putra Prabu Watugunung dan Dewi Sinta Basundari) bersama mereka.

BATARA BRAHMA MENJADI PRABU BRAHMARAJA

Beberapa hari kemudian, Batara Brahma datang di Kerajaan Gilingwesi dengan didampingi Batara Wisnu dan Batara Penyarikan. Mereka disambut Danghyang Suktina beserta para menteri dan punggawa yang mengucapkan sumpah setia. Batara Brahma pun mengajak mereka semua untuk bersama-sama membangun kembali Kerajaan Gilingwesi yang sempat terpuruk akibat wabah penyakit dan bencana alam, serta peperangan melawan Kahyangan Suralaya.

Batara Brahma kemudian dilantik menjadi raja Gilingwesi yang baru, dengan berjuluk Prabu Brahmaraja. Danghyang Suktina pun dilantik pula sebagai menteri utama, bergelar Patih Suktina.

BATARA WISNU MENJADI PRABU WISNUPATI

Setelah pelantikan di istana Gilingwesi selesai, Batara Wisnu dan Batara Penyarikan mohon pamit untuk berangkat ke Kerajaan Medang Kamulan. Sesampainya di sana, mereka segera membangun kembali negeri yang sempat kosong lama itu. Batara Wisnu naik takhta sebagai raja berjuluk Prabu Wisnupati, sedangkan Batara Penyarikan menjadi menteri utama bergelar Patih Sriyana. Batara Wisnu lalu memanggil murid-muridnya saat menjadi Resi Satmata dulu untuk dijadikan punggawa. Para murid itu pun berangkat meninggalkan Gunung Candrageni untuk memenuhi panggilan sang guru.

Setelah enam tahun bertakhta, ternyata Prabu Wisnupati selalu merasa gelisah. Patih Sriyana menjelaskan bahwa perasaan gelisah ini mungkin dikarenakan istana yang sekarang diduduki pernah menjadi saksi bahwa Prabu Wisnupati (saat dulu masih bernama Prabu Satmata) pernah menerima murka Batara Guru. Untuk itu, Patih Sriyana mengusulkan supaya Prabu Wisnupati memindahkan istana Medang Kamulan ke tempat yang baru sehingga terbebas dari kenangan lama.

Prabu Wisnupati menyetujui usulan ini. Mereka lantas bermusyawarah dan memilih Hutan Roban sebagai tempat untuk membangun istana baru Medang Kamulan. Prabu Wisnupati lantas memerintahkan semua orang untuk bergotong royong membangun ibu kota baru tersebut dan selanjutnya bertakhta di sana.

PRABU BRAHMARAJA DAN PATIH SUKTINA MENDATANGI CANDI KUSARA

Prabu Brahmaraja dan Patih Suktina menghadiri peresmian istana baru Kerajaan Medang Kamulan di Hutan Roban tersebut dan memberikan ucapan selamat kepada Prabu Wisnupati. Setelah menginap beberapa hari, mereka lalu mohon pamit kembali ke Kerajaan Gilingwesi.

Dalam perjalanan pulang itu, Patih Suktina bercerita kepada Prabu Brahmaraja tentang Prabu Watugunung yang berubah menjadi angkara murka sesudah membangun candi pemujaan Batara Kala di Gunung Kusara. Patih Suktina takut candi tersebut masih menyimpan pengaruh buruk bagi rakyat Kerajaan Gilingwesi. Ia memohon supaya Prabu Brahmaraja sudi turun tangan menghilangkan pengaruh buruk pada Candi Kusara dan mengubahnya menjadi baik.

Maka, Prabu Brahmaraja pun membelokkan perjalanan untuk kemudian naik ke Gunung Kusara. Di tempat itu ia mengheningkan cipta bersama Patih Suktina di depan candi untuk menghilangkan pengaruh jahat dari bangunan tersebut. Tiba-tiba muncul seekor ular besar menyerang mereka berdua. Prabu Brahmaraja pun menangkap ular itu dan melemparkannya hingga membentur bangunan candi.

Secara ajaib, ular tersebut lantas berubah wujud menjadi seorang perempuan. Patih Suktina sangat terkejut bercampur senang karena perempuan itu tidak lain adalah istrinya yang telah lama hilang, bernama Wiluta.

Belasan tahun yang lalu saat Patih Suktina masih bernama Danghyang Suktina dan tinggal di Semenanjung Malaya, entah mengapa tiba-tiba Wiluta menghilang tanpa jejak. Danghyang Suktina mencari ke sana kemari namun tidak juga bisa menemukannya. Ia akhirnya mendapat petunjuk dewata bahwa sarana untuk menemukan Wiluta adalah dengan cara menyeberang ke Tanah Jawa dan mengabdi di Kerajaan Gilingwesi. Tak disangka, setelah belasan tahun berlalu ia akhirnya bisa bertemu lagi dengan istrinya itu.

Setelah sang suami selesai bercerita, Wiluta ganti menceritakan apa yang telah terjadi padanya. Saat itu ia pamit mengambil air di sungai namun kemudian tersesat seperti kena sihir, dan tahu-tahu sudah memasuki sebuah istana indah yang dihuni kaum siluman ular. Raja siluman itu mengaku suka kepada Wiluta dan ingin menikahinya. Karena Wiluta tidak tahu bagaimana caranya kembali ke alam nyata, ia terpaksa menerima pinangan tersebut.

Pada suatu hari ketika tidur bersama, Wiluta melihat pada mulut suami barunya itu terdapat sebutir permata yang bersinar. Ia pun mencungkil permata tersebut dan membuat si raja siluman ular terbangun dari tidurnya dalam keadaan sekarat. Hal ini dikarenakan permata itu adalah pusaka yang menjadi tali nyawanya, sehingga si raja siluman ular pun meninggal dunia. Akan tetapi, Wiluta juga terkena balak, yaitu tubuhnya seketika berubah menjadi seekor ular siluman pula.

Wiluta bersedih menyesali perbuatannya. Ia kemudian melarikan diri dari istana siluman tersebut dan berkelana di alam gaib tak tentu arah. Sampai akhirnya ia mendapatkan petunjuk dewata supaya pergi ke Tanah Jawa dan tinggal di Gunung Kusara karena di sanalah ia bisa bertemu dengan suami pertamanya. Begitulah, dengan susah payah Wiluta akhirnya menemukan jalan menuju Tanah Jawa dan akhirnya sampai di Gunung Kusara dan sekarang bisa bertemu Prabu Brahmaraja beserta Patih Suktina.

Prabu Brahmaraja terharu melihat pertemuan suami-istri yang sudah terpisah belasan tahun tersebut. Mereka lalu bersama-sama melanjutkan perjalanan pulang menuju Kerajaan Gilingwesi. Adapun candi di Gunung Kusara telah dibersihkan dari pengaruh jahat Batara Kala dan selanjutnya bisa digunakan penduduk untuk beribadah tanpa rasa khawatir.

BATARA KALA MENGHASUT ANAK BATARA WISNU

Sementara itu, Batara Kala di Kahyangan Selamangumpeng sedang berunding dengan menantunya yang bernama Resi Pulaha (suami Dewi Kalayuwati). Mereka sedang membicarakan rencana balas dendam atas kematian Prabu Watugunung yang dikalahkan Batara Wisnu (saat menjadi Resi Satmata). Resi Pulaha mengingatkan bahwa ada seorang putra Batara Wisnu yang menjadi penganut Agama Kala, bernama Batara Arnapurna, dan saat ini tinggal di Kahyangan Selamangumpeng. Resi Pulaha menyarankan agar Batara Kala memanfaatkan Batara Arnapurna ini untuk membalas dendam kepada Batara Wisnu.

Batara Kala setuju pada usulan tersebut dan ia segera memanggil Batara Arnapurna datang menghadap. Ia lalu menjelaskan kepada Batara Arnapurna bahwa Batara Wisnu saat ini telah menjadi raja Medang Kamulan bergelar Prabu Wisnupati dan juga mengangkat Raden Srigati sebagai pangeran mahkota. Padahal, secara usia Raden Srigati jauh lebih muda daripada Batara Arnapurna. Selain itu, Raden Srigati juga lahir di dunia, sedangkan Batara Arnapurna lahir di kahyangan sehingga sudah seharusnya memiliki derajat yang lebih tinggi.

Mendengar hasutan tersebut, Batara Arnapurna merasa sangat kesal dan ingin merebut kedudukan pangeran mahkota dari tangan Raden Srigati. Batara Kala menasihati agar Batara Arnapurna tidak menggunakan cara kasar, tetapi lebih baik cara halus saja. Batara Arnapurna pun mematuhi dan siap menjalankan segala rencana yang disusun gurunya itu.

Maka, Batara Kala pun menyihir Batara Arnapurna menjadi seorang wanita yang diberi nama Ratu Kresnawatari. Ia juga mengubah Resi Pulaha menjadi wanita pula dan diberi nama Patih Suskandani. Mereka berdua diperintahkan untuk membangun istana bernama Medang Penataran di dekat Medang Kamulan. Yang ditunjuk sebagai punggawa adalah Ditya Swadumiya dan Ditya Dwaramiya yang keduanya juga diubah menjadi wanita bernama Wara Suminta dan Wara Sahoyi.

Ratu Kresnawatari dan Patih Suskandani pun mohon pamit kepada Batara Kala, kemudian mereka berangkat melaksanakan perintah.

PRABU WISNUPATI BERTEMU RATU KRESNAWATARI

Pada suatu hari Prabu Wisnupati sedang berburu kijang di Hutan Roban. Karena terlalu asyik, ia pun terpisah jauh meninggalkan para pengawal. Tanpa terasa, perjalanannya mengejar kijang membuat dirinya tersesat masuk ke wilayah istana Medang Penataran yang berada di tengah hutan.

Prabu Wisnupati heran melihat ada istana yang semua penghuninya terdiri dari kaum wanita. Ia pun pura-pura menyerah saat Wara Suminta dan Wara Sahoyi datang menangkapnya. Prabu Wisnupati lalu dibawa masuk dan dihadapkan kepada Ratu Kresnawatari.

Melihat kecantikan Ratu Kresnawatari, seketika Prabu Wisnupati menjadi terpesona. Sungguh hebat pengaruh sihir Batara Kala yang membuat Prabu Wisnupati tidak tahu kalau raja wanita tersebut adalah anaknya sendiri. Sebaliknya, Ratu Kresnawatari dalam hati merasa tidak tega melihat ayahnya yang lupa diri sehingga ia menjadi salah tingkah sendiri.

Prabu Wisnupati yang sudah dimabuk asmara pun merayu Ratu Kresnawatari dengan kata-kata manis. Ketika ia menyentuh kepala raja wanita itu, seketika Ratu Kresnawatari berubah ke wujud semula, yaitu menjadi Batara Arnapurna. Prabu Wisnupati sangat marah bercampur malu luar biasa. Ia pun mengamuk merusak istana demi melampiaskan kekesalannya.

PRABU WISNUPATI MENGUTUK BATARA ARNAPURNA

Pada saat itulah Patih Suskandani, Wara Suminta, dan Wara Sahoyi muncul beserta para prajurit wanita. Prabu Wisnupati mengerahkan Aji Pengabaran membuat mereka semua kembali ke wujud raksasa. Merasa telah dipermainkan, Prabu Wisnupati semakin marah dan bertempur melawan para raksasa itu. Satu per satu para raksasa tewas terbunuh, kecuali Resi Pulaha yang berhasil melarikan diri kembali ke tempat tinggal Batara Kala.

Batara Arnapurna menyembah Prabu Wisnupati dan memohon supaya ayahnya itu meredakan kemarahan, tetapi ia tidak mau meminta maaf karena merasa tidak bersalah. Batara Arnapurna selaku putra yang lebih tua merasa lebih pantas menjadi pangeran mahkota Kerajaan Medang Kamulan daripada Raden Srigati. Ia juga menyampaikan keluhan mengapa sang ayah tega membunuh para raksasa yang selama ini menjadi teman-temannya.

Prabu Wisnupati sangat marah mendengar perkataan putranya itu. Apalagi saat Batara Arnapurna membela kaum raksasa, ia tidak bisa menahan diri lagi. Prabu Wisnupati menganggap kaum raksasa adalah kotoran dunia yang layak dilenyapkan, dan ia pun mengutuk Batara Arnapurna sehingga berubah wujud menjadi raksasa berwajah mengerikan.

Batara Arnapurna memohon ampun telah memiliki perasaan iri hati terhadap adik sendiri, dan ia rela jika Raden Srigati tetap menjadi ahli waris takhta Medang Kamulan. Akan tetapi, ia tidak paham mengapa sang ayah begitu membenci kaum raksasa. Tidak adil rasanya jika semua raksasa dianggap jahat, sedangkan semua manusia dianggap baik. Apalagi jati diri Prabu Wisnupati adalah Batara Wisnu, dewa pelindung ketertiban dunia. Sungguh tidak adil apabila Batara Wisnu hanya melindungi bangsa manusia, dan membenci bangsa raksasa seperti saat ini.

Prabu Wisnupati akhirnya menyadari kekeliruannya. Namun, ia tidak dapat mencabut kutukannya kembali. Ia lalu memerintahkan Batara Arnapurna untuk pergi ke Gunung Sarandipa di tanah seberang dan berguru kepada Resi Turila. Setelah menamatkan pelajaran darinya dan membersihkan diri dari pengaruh jahat Batara Kala, hendaknya Batara Arnapurna menikahi putri gurunya itu yang bernama Dewi Mastura. Kelak dari perkawinan tersebut akan lahir tiga orang raksasa berwarna kuning, merah, dan hitam. Yang berwarna kuning hendaknya diberi nama Ditya Simparawan, yang merah hendaknya diberi nama Ditya Triwinggati, dan yang hitam hendaknya diberi nama Ditya Wisnungkara. Kelak, Prabu Wisnupati akan menitis kepada Ditya Wisnungkara untuk meruwat Batara Arnapurna kembali menjadi dewa. Selain itu, Ditya Wisnungkara kelak juga akan menjadi guru yang mengajarkan kebaikan kepada kaum raksasa.

Batara Arnapurna mematuhi segala perintah sang ayah. Ia lalu mohon pamit berangkat ke Gunung Sarandipa, dan Prabu Wisnupati pun memberinya nama baru, yaitu Ditya Sudramurti.

BATARA SAMBU DAN BATARA WISNU BERBESAN

Prabu Wisnupati pulang ke istana Medang Kamulan, dan di sana ia menerima kunjungan sang kakak, yaitu Batara Bayu yang diutus Batara Sambu untuk melamarkan putranya yang bernama Batara Sambodana untuk dinikahkan dengan putri Prabu Wisnupati yang bernama Dewi Ardanari. Prabu Wisnupati menerima lamaran tersebut dengan senang hati.

Maka, pada hari yang telah ditentukan Batara Sambu pun datang dengan mengiringkan pengantin pria. Batara Indra dan para jawata dari Kahyangan Suralaya, serta Prabu Brahmaraja dan Patih Suktina dari Kerajaan Gilingwesi ikut pula menghadiri acara tersebut. Bahkan, Batara Guru dan Batara Narada juga datang dari Kahyangan Jonggringsalaka untuk memberikan restu.

PRABU WISNUPATI MENGUTUK BATARA PADMABUJA MENJADI RAKSASA

Pada saat upacara pernikahan berlangsung, seorang putra Prabu Wisnupati bernama Batara Padmabuja yang suka bergurau tanpa sadar melangkahi bayangan Batara Guru. Prabu Wisnupati sangat marah dan menuduh putranya itu bertingkah ceroboh tak tahu aturan seperti raksasa. Seketika, ucapan tersebut menjadi kutukan. Wujud Batara Padmabuja langsung berubah menjadi raksasa berlengan panjang.

Batara Padmabuja menangis memohon ampun, namun Prabu Wisnupati tidak dapat mencabut kutukannya kembali. Ia hanya berjanji kelak akan menitis ke dalam diri seorang pangeran dari Kerajaan Ayodya di tanah seberang bernama Raden Sri Rama. Pangeran inilah yang kelak bisa meruwat wujud Batara Padmabuja kembali menjadi dewa. Maka, Batara Padmabuja pun diperintahkan pergi bertapa ke Hutan Dendaka di Tanah Hindustan untuk menunggu kedatangan sang juru ruwat tersebut.

Batara Padmabuja menurut dan mohon pamit menjalankan perintah sang ayah. Prabu Wisnupati lalu memberikan nama baru kepadanya, yaitu Ditya Dirgabahu.

------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------


kembali ke: daftar isi





Tidak ada komentar:

Posting Komentar