Kamis, 17 November 2016

Narayana Kembang


Kisah ini menceritakan perkawinan kedua Raden Narayana dengan sepupunya, yaitu Dewi Rukmini. Dalam kisah ini saya mencoba membuat pendekatan bahwa semua istri Raden Narayana (kelak bergelar Prabu Kresna) adalah titisan para istri Batara Wisnu.

Kisah ini saya olah dari sumber Serat Pustakaraja Purwa karya Raden Ngabehi Ranggawarsita, yang dipadukan dengan kitab Mahabharata karya Resi Wyasa, serta rekaman pagelaran wayang kulit dengan dalang Ki Nartosabdo, dengan sedikit pengembangan seperlunya.

Kediri, 17 November 2016

Heri Purwanto

------------------------------ ooo ------------------------------

Raden Narayana

DEWI JEMBAWATI MINTA DIMADU DENGAN DEWI RUKMINI DAN DEWI SETYABOMA

Raden Narayana sudah tiga bulan ini menjalani pengasingan di Hutan Banjarpatoman bersama sang istri, yaitu Dewi Jembawati. Hukuman tersebut dijatuhkan oleh Prabu Baladewa atas perbuatan Raden Narayana yang mengacau keamanan di wilayah Kerajaan Mandura sebagai begal. Meskipun Prabu Baladewa paham bahwa adiknya menjadi begal untuk merampok para pejabat korup sisa-sisa pengikut Adipati Kangsa dan membagi-bagikan harta jarahannya kepada rakyat miskin, namun hukum negara harus tetap ditegakkan. Untuk itu, Prabu Baladewa dengan terpaksa menjatuhkan hukuman buang kepada sang adik agar menjadi contoh bagi segenap penduduk Kerajaan Mandura.

Demikianlah, Raden Narayana menjalani hukuman buang tersebut bersama Dewi Jembawati yang setia menemaninya. Hingga pada suatu malam, Dewi Jembawati mimpi dirinya berada dalam wujud asli, yaitu Batari Srilaksmi, di mana ia bertemu dengan adik dan sepupunya, yang bernama Batari Srilaksmita dan Batari Sri Satyawarna. Ketiga bidadari tersebut adalah cucu Sanghyang Pancaresi yang semuanya dinikahi Batara Wisnu.

Batari Srilaksmi dan Batari Srilaksmita adalah putri Batara Wiksmaka. Mereka memiliki adik laki-laki bernama Batara Laksmanasadu. Dulu di zaman kuno Batara Wisnu menitis kepada Prabu Sri Rama, Batara Laksmanasadu menitis kepada Raden Lesmana, sedangkan Batari Srilaksmi bersama Batari Sri Wedawati menitis kepada Rakyanwara Sinta. Kini Batara Wisnu menitis belah kepada Raden Narayana dan Raden Permadi, sedangkan Batara Laksmanasadu menitis kepada Prabu Baladewa dan Raden Permadi juga, serta Batari Srilaksmi menitis kepada Dewi Jembawati. Adapun Batari Srilaksmita juga ikut menyusul lahir ke dunia dengan menitis kepada Dewi Rukmini, putri Prabu Bismaka di Kerajaan Kumbina.

Madu yang kedua bernama Batari Sri Satyawarna adalah putri Batara Satya. Karena Batara Satya adalah adik Batara Wiksmaka, maka Batari Sri Satyawarna adalah sepupu Batari Srilaksmi, Batari Srilaksmita, dan Batara Laksmanasadu. Saat ini Batari Sri Satyawarna juga telah lahir ke dunia dengan menitis kepada Dewi Setyaboma, putri Prabu Setyajit di Kerajaan Lesanpura.

Dalam mimpi tersebut, Batari Srilaksmita dan Batari Sri Satyawarna mengaku ingin berkumpul kembali dengan Batara Wisnu dan Batari Srilaksmi seperti dulu saat masih berada di Kahyangan Utarasegara. Maka, begitu terbangun dari tidurnya, Dewi Jembawati segera meminta Raden Narayana agar menikah lagi, mencarikan madu untuknya. Ia meminta agar sang suami menikahi kedua sepupunya, yaitu Dewi Rukmini dan Dewi Setyaboma.

Raden Narayana merasa heran karena pada umumnya perempuan menolak dimadu, tetapi Dewi Jembawati justru ingin suaminya menikah lagi dengan dua perempuan sekaligus. Dewi Jembawati menjawab Raden Narayana sebaiknya tidak perlu menutup-nutupi lagi, bahwa sesungguhnya Raden Narayana sudah mengetahui kalau Dewi Rukmini dan Dewi Setyaboma adalah jodohnya.

Raden Narayana tersenyum membenarkan, bahwa sejak lama ia memang sudah tahu kalau kedua sepupunya itu adalah titisan kedua istrinya di kahyangan. Namun, ia menunggu izin dari Dewi Jembawati sebagai titisan Batari Srilaksmi, yang merupakan istri tertua. Jika memang Dewi Jembawati sudah mengizinkan demikian, maka Raden Narayana akan mengatur siasat untuk bisa menikahi Dewi Rukmini terlebih dahulu, baru kemudian Dewi Setyaboma.

DEWI SUMBADRA MENGUNJUNGI HUTAN BANJARPATOMAN

Tidak lama kemudian, datanglah adik Raden Narayana, yaitu Dewi Sumbadra yang diantar Arya Udawa. Dewi Sumbadra ini juga titisan bidadari, yaitu Batari Sri Wedawati. Namun, ia ditakdirkan menjadi jodoh Raden Permadi, yaitu titisan setengah Batara Wisnu yang lain, bukan sebagai jodoh Raden Narayana.

Dewi Sumbadra datang untuk mengabarkan bahwa hari ini sang kakak sulung, yaitu Prabu Baladewa beserta permaisuri Dewi Erawati telah berangkat menuju Kerajaan Kumbina untuk menghadiri undangan sang paman, yaitu Prabu Bismaka. Prabu Baladewa diundang sebagai saksi pernikahan Dewi Rukmini yang dilamar banyak raja dan pengeran. Selain mengundang Prabu Baladewa, kabarnya Prabu Bismaka juga mengundang keponakan yang lain, yaitu Prabu Puntadewa dan Raden Bratasena dari Kerajaan Amarta. Adapun paman yang lain, yaitu Prabu Setyajit raja Lesanpura juga diundang hadir.

Dewi Sumbadra bercerita bahwa banyak raja dan pangeran melamar Dewi Rukmini sebagai istri. Prabu Bismaka merasa bingung menentukan pilihan. Demi mengatasi masalah itu, Raden Rukmaka adik Dewi Rukmini mengadakan sayembara tanding. Barangsiapa bisa mengalahkan dirinya, maka orang itu berhak menikah dengan sang kakak.

Raden Narayana menanggapi bahwa Raden Rukmaka memang memiliki kesaktian tinggi, namun sayang orangnya sangat sombong dan angkuh. Orang yang sombong seperti dia mudah ditemukan celah kelemahannya, sehingga sayembara tanding untuk mendapatkan Dewi Rukmini dapat dimenangkan oleh siapa saja yang bisa jadi bukan jodohnya.

Raden Narayana pun menemukan akal. Ia menitip pesan kepada Dewi Sumbadra agar disampaikan kepada Dewi Rukmini. Jika nanti ada orang yang bisa mengalahkan Raden Rukmaka, maka Dewi Rukmini jangan langsung mau menjadi istrinya. Orang itu terlebih dahulu harus bisa menjelaskan makna “sejatining lanang lan sejatining wadon” (sejatinya laki-laki dan sejatinya perempuan). Jika orang itu mampu, barulah dia boleh memperistri Dewi Rukmini. Demikian pesan Raden Narayana.

Dewi Sumbadra menerima tugas tersebut dan segera mohon pamit dengan diantarkan Arya Udawa.

PRABUANOM JAKAPITANA HENDAK MENIKAHKAN RESI DRUNA

Sementara itu, Raden Kurupati yang beberapa waktu lalu gagal menikah dengan Dewi Srutikanti, kini telah melamar putri Prabu Salya yang lain, yaitu Dewi Banuwati. Namun, Dewi Banuwati selalu menunda-nunda dalam menerima pinangan tersebut, dengan alasan masih ingin menyelesaikan kain rimong batik yang ditulisnya sendiri.

Sambil menunggu Dewi Banuwati menyatakan bersedia menikah, Raden Kurupati pun mendesak sang ayah agar mewariskan takhta Hastina kepadanya. Berkat bujukan Patih Sangkuni, akhirnya Prabu Dretarastra pun mengumumkan putra sulungnya tersebut sebagai raja muda. Maka, bersamaan dengan pelantikan Adipati Karna menjadi pemimpin Awangga, Prabu Dretarastra pun melantik pula Raden Kurupati sebagai raja muda di Hastina, bergelar Prabuanom Jakapitana. Setelah pelantikan tersebut, Prabu Dretarastra dan Dewi Gandari kembali menetap di kota lama, yaitu Gajahoya.

Demikianlah, Prabuanom Jakapitana kini menduduki takhta Kerajaan Hastina sebagai raja muda. Kelak setelah menikah dengan Dewi Banuwati, barulah ia dilantik sebagai raja sepenuhnya. Berita tentang sayembara tanding di Kerajaan Kumbina yang memperebutkan Dewi Rukmini pun sampai juga di Kerajaan Hastina. Patih Sangkuni menyarankan agar Prabuanom Jakapitana mengikuti sayembara tersebut. Namun, sang keponakan menolak karena sudah terlanjur meminang Dewi Banuwati. Jika, Prabuanom Jakapitana menikah dengan Dewi Rukmini, maka Prabu Salya akan kecewa dan memutuskan hubungan persekutuan dengan Kerajaan Hastina.

Patih Sangkuni menemukan akal untuk bisa memenangkan tiga persekutuan sekaligus, yaitu menjadikan Resi Druna sebagai suami Dewi Rukmini. Pernikahan ini akan semakin mengikat Resi Druna sebagai pelindung Kerajaan Hastina, begitu pula Prabu Bismaka akan langsung menjadi sekutu para Kurawa. Selain itu, Prabuanom Jakapitana juga tetap bisa menjaga hubungan baik dengan Prabu Salya di Mandraka.

Prabuanom Jakapitana setuju pada usulan Patih Sangkuni. Maka, Resi Druna pun diundang hadir dari Padepokan Sokalima. Setelah sang guru datang, Prabuanom Jakapitana menyampaikan maksudnya agar Resi Druna meminang Dewi Rukmini, putri Kerajaan Kumbina. Soal sayembara tanding melawan Raden Rukmaka, cukup para Kurawa saja yang maju. Pernikahan ini merupakan bukti kecintaan Prabuanom Jakapitana kepada sang guru yang telah mendidiknya dengan baik. Patih Sangkuni juga ikut membujuk Resi Druna agar menerima permintaan tersebut, karena Dewi Krepi (istri Resi Druna) sudah meninggal. Resi Druna masih cukup pantas apabila menikah lagi dengan perempuan lain yang jauh lebih muda darinya.

Resi Druna merasa tersanjung. Sebenarnya ia paham bahwa Prabuanom Jakapitana ingin mengikat kesetiaannya agar tetap menjadi pelindung Kerajaan Hastina. Namun, di sisi lain ia juga merindukan kehadiran seorang istri setelah Dewi Krepi meninggal. Resi Druna memang seorang pendeta tua sakti dan berwawasan luas, di balik sikapnya yang lucu dan suka bercanda. Namun bagaimanapun juga, ia tetaplah laki-laki yang punya gairah pada wanita cantik apalagi masih muda. Maka, begitu mendengar Prabuanom Jakapitana memintanya untuk meminang Dewi Rukmini yang seumuran dengan anaknya, ia langsung menyatakan bersedia. Prabuanom Jakapitana dan Patih Sangkuni pun gembira dan segera mempersiapkan rombongan untuk berangkat menuju Kerajaan Kumbina.

RESI DRUNA MENGALAHKAN RADEN RUKMAKA

Prabu Bismaka raja Kumbina adalah adik kandung Prabu Basudewa dan Dewi Kunti. Sewaktu muda ia bernama Aryaprabu Rukma, yang menikah dengan bidadari bernama Batari Arumbini. Dari perkawinan itu lahir dua orang anak, yaitu perempuan dan laki-laki. Yang perempuan bernama Dewi Rukmini, sedangkan yang laki-laki diberi nama Raden Rukmaka.

Berita kecantikan Dewi Rukmini tersebar ke mana-mana. Banyak raja dan pangeran datang untuk meminangnya. Raden Rukmaka yang berwatak sombong memanfaatkan hal ini untuk memamerkan ilmu kesaktiannya. Ia pun mengadakan sayembara tanding, barangsiapa mampu mengalahkan dirinya, maka orang itu boleh memperistri kakaknya.

Sayembara pun digelar di atas gelanggang. Prabu Bismaka, Dewi Arumbini, dan Dewi Rukmini menyaksikan dari bangku utama. Para raja undangan, antara lain Prabu Setyajit dari Lesanpura, Prabu Baladewa dari Mandura, dan Prabu Puntadewa dari Amarta juga ikut sebagai saksi dengan pendamping masing-masing.

Raden Rukmaka tampak bertarung dengan lincah di atas gelanggang. Satu persatu raja dan pangeran dikalahkannya, dan tidak sedikit pula yang dibuat malu di depan umum. Hingga akhirnya rombongan dari Kerajaan Hastina pun datang, dengan mendaftarkan Resi Druna sebagai pelamar Dewi Rukmini.

Raden Dursasana maju sebagai wakil sang guru untuk menghadapi Raden Rukmaka. Perang tanding seru terjadi di antara mereka. Hingga akhirnya Raden Dursasana pun terdesak mundur. Raden Rukmaka lalu menantang para Kurawa yang lain. Raden Srutayu pun maju namun ia juga kalah seperti kakaknya. Begitu pula dengan Raden Kartawarma, Raden Durmuka, Raden Durjaya, Raden Durmagati, Raden Citraksa, Raden Citraksi, dan juga Bambang Aswatama putra Resi Druna, semuanya kalah melawan Raden Rukmaka.

Adipati Karna menawarkan diri kepada Prabuanom Jakapitana untuk maju menghadapi kesombongan Raden Rukmaka. Namun, Resi Druna tidak setuju karena Adipati Karna berwajah tampan. Ia takut Dewi Rukmini justru jatuh cinta kepada adipati Awangga tersebut, dan bukan kepada dirinya.

Usai berkata demikian, Resi Druna segera naik ke atas gelanggang menantang Raden Rukmaka. Raden Rukmaka pun tertawa mengejeknya sebagai tua-tua keladi, orang tua yang tidak tahu diri, menginginkan perempuan yang lebih pantas menjadi anaknya. Melihat sikap putranya, Prabu Bismaka segera turun ke gelanggang untuk menasihati Raden Rukmaka agar menghormati Resi Druna yang merupakan guru banyak kesatria. Namun, Raden Rukmaka tidak peduli pada teguran sang ayah. Ia tetap mengejek Resi Druna sebagai guru yang gagal, karena terbukti para Kurawa tidak ada yang becus melawan dirinya. Mendengar itu, hampir saja Raden Bratasena maju untuk melabrak Raden Rukmaka, tetapi dapat dicegah oleh Prabu Puntadewa.

Resi Druna sambil bercanda menanggapi ejekan Raden Rukmaka. Ia ganti mengejek Raden Rukmaka sebagai kesatria bau kencur yang hanya bisa membual padahal tidak punya kepandaian apa-apa. Resi Druna berkata pula bahwa Raden Rukmaka dapat ia kalahkan hanya dengan satu tangan. Orang yang sombong seperti Raden Rukmaka sangat mudah tersinggung dan ia pun langsung maju menyerang Resi Druna. Namun, hanya dalam sekali pukul, pemuda itu langsung jatuh tersungkur dan pingsan di bawah kaki lawannya. Para Kurawa bersorak gembira memuji kemenangan guru mereka.

DEWI RUKMINI MEMINTA RESI DRUNA MENJELASKAN MAKNA SEJATINYA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

Prabu Bismaka menyambut kemenangan Resi Druna meski dalam hati kurang suka memiliki menantu pendeta tua buruk rupa macam dia. Sungguh kebetulan, Dewi Rukmini berkata bahwa ia mempunyai sayembara sendiri di luar sayembara tanding yang digelar adiknya, yaitu Resi Druna harus bisa menjelaskan makna sejatinya laki-laki dan sejatinya perempuan. Jika Resi Druna berhasil, barulah Dewi Rukmini bersedia menjadi istrinya.

Prabuanom Jakapitana marah-marah menuduh Prabu Bismaka ingkar janji dan mempermainkan gurunya. Prabu Bismaka menjawab hal semacam ini wajar dan pernah terjadi di zaman kuno, di mana Prabu Sumali raja Alengka mencarikan jodoh untuk putrinya dengan mengadakan sayembara tanding melawan Arya Jambumangli, namun sang putri yang bernama Dewi Sukesi juga memiliki sayembara sendiri, yaitu ingin mendapat pelajaran Aji Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu.

Resi Druna menasihati Prabuanom Jakapitana agar bersabar, karena ia sanggup memenuhi permintaan Dewi Rukmini tersebut. Resi Druna kemudian berkata bahwa yang dimaksud dengan laki-laki sejati adalah pria yang mampu memenuhi kewajibannya, yaitu “ngayomi, ngayemi, ngayani”. Maksudnya ialah, laki-laki tersebut mampu melindungi pasangannya, mampu menenteramkan hati pasangannya, dan mampu mencukupi kebutuhan pasangannya. Ketiga syarat tersebut ada pada Resi Druna. Sementara itu, makna dari perempuan sejati ada pada diri Dewi Rukmini, yang cantik lahir maupun batinnya. Seorang wanita disebut sempurna tidak cukup hanya berparas cantik dan menyenangkan saat dipandang, tetapi dia juga harus memiliki watak sabar, ikhlas dalam melayani pasangan, serta baik budi pekertinya. Kecantikan lahir saja tidak cukup, tetapi harus ditunjang pula dengan kecantikan batin.

Prabu Bismaka bertanya kepada para saksi apakah jawaban Resi Druna sudah benar. Prabu Setyajit, Prabu Baladewa, Prabu Puntadewa, dan Raden Bratasena menjawab benar. Mendengar itu, Dewi Rukmini gemetar dan segera lari masuk ke dalam kaputren. Prabu Bismaka pun mengajak para tamu untuk beristirahat menikmati hidangan. Namun, Resi Druna tidak tertarik dan lebih suka mengejar Dewi Rukmini untuk dapat memikat hatinya.

RADEN NARAYANA MENEMUI DEWI RUKMINI

Dewi Rukmini masuk ke dalam kaputren di mana Dewi Sumbadra telah menunggu. Kepada sepupunya itu, ia marah-marah merasa telah dijerumuskan. Dewi Sumbadra tadi datang dan langsung masuk ke kaputren menemui Dewi Rukmini untuk menyampaikan pesan dari Raden Narayana. Pesan tersebut berbunyi Dewi Rukmini harus meminta sang pemenang sayembara tanding untuk menjelaskan makna sejatinya pria dan sejatinya perempuan. Ternyata pertanyaan ini dapat dijawab dengan mudah oleh Resi Druna. Padahal, jelas-jelas Dewi Rukmini mencintai Raden Narayana dan berharap kakak sepupunya itulah yang datang untuk memenangkan sayembara. Tak disangka, kini ia harus menjadi istri seorang pendeta tua buruk rupa bernama Resi Druna.

Dewi Sumbadra menjelaskan bahwa kakaknya tidak mungkin salah memberikan pesan. Ia pun berusaha menghibur Dewi Rukmini, tetapi sepupunya itu terlanjur kesal dan tidak mau bicara. Pada saat itulah Raden Narayana muncul sambil menembangkan lagu-lagu asmara. Ia meminta Dewi Sumbadra pergi untuk memberikan kesempatan baginya menghibur Dewi Rukmini. Sang adik pun menurut. Setelah Dewi Sumbadra pergi, barulah Raden Narayana merayu Dewi Rukmini agar mau berbicara dengannya.

Dewi Rukmini akhirnya luluh hatinya melihat sikap Raden Narayana yang tulus mencintainya. Namun, ia tetap marah menuduh Raden Narayana telah menjerumuskan dirinya sehingga kini menjadi calon istri Resi Druna. Raden Narayana menjawab hal itu tidak benar. Resi Druna belum berhasil menerjemahkan kata sejatinya laki-laki dan sejatinya perempuan. Memang jawaban Resi Druna benar, tetapi tidak tepat sasaran. Yang ditanyakan adalah makna “sejatinya laki-laki dan sejatinya perempuan”, tetapi Resi Druna menafsirkan makna “laki-laki sejati dan perempuan sejati”. Jelas ini tidak sesuai.

Dewi Rukmini bertanya bagaimana jawaban yang paling benar. Raden Narayana menjawab nanti akan ia jelaskan di hadapan banyak orang. Teka teki ini adalah karangannya. Ini adalah soal penggunaan bahasa, sehingga hanya dirinya yang mengetahui jawaban paling benar, sedangkan orang lain hanya bisa memberikan tafsir. Tafsir orang lain bisa bermacam-macam sesuai tingkat pemahaman mereka, tetapi jawaban yang paling benar ada di tangan Raden Narayana sebagai pembuat teka-teki.

Pada saat itulah Resi Druna muncul untuk merayu Dewi Rukmini. Raden Narayana segera bersembunyi sambil menyentuh ujung Panah Kesawa dan membaca mantra Aji Balasrewu. Seketika wujud Raden Narayana pun berubah menjadi seorang raksasa berkulit hitam legam. Ia meraung membuat Resi Druna terkejut dan lari tunggang langgang meninggalkan kaputren.

RAKSASA HITAM MENCULIK DEWI RUKMINI

Raksasa hitam penjelmaan Raden Narayana itu segera menggenggam tubuh Dewi Rukmini dan membawanya kabur. Para Kurawa mencoba menghalangi namun mereka semua dibuat kocar-kacir oleh amukan si raksasa. Raden Bratasena ikut menghadang. Terjadilah pertarungan sengit di antara mereka yang membuat taman sari istana Kumbina rusak porak-poranda. Raksasa hitam tersebut akhirnya mampu meloloskan diri sambil tetap menggenggam tubuh Dewi Rukmini.

Si raksasa hitam kemudian dihadang Prabu Puntadewa. Dengan menggunakan kata-kata lembut penuh kasih, Prabu Puntadewa membuat raksasa itu gemetar dan kembali ke wujud Raden Narayana. Dengan cekatan, Raden Narayana segera menyambar tubuh Dewi Rukmini dan pergi menghindari Pandawa nomor satu tersebut.

PARA KURAWA BERUSAHA MEMFITNAH PARA PANDAWA

Prabuanom Jakapitana dan Patih Sangkuni melihat taman sari Kerajaan Kumbina porak-poranda akibat amukan Raden Bratasena saat bertarung melawan si raksasa hitam. Mereka segera mengadukan hal ini kepada Prabu Bismaka agar meminta ganti rugi yang semahal-mahalnya kepada Prabu Puntadewa. Prabu Bismaka paham mereka berniat memojokkan pihak Pandawa. Maka, dengan santai Prabu Bismaka pun menanggapi bahwa ia memang sudah bosan melihat taman tersebut yang dianggap sudah kuno, dan berniat ingin merombaknya. Jika sekarang Raden Bratasena telah merusaknya, itu berarti Prabu Bismaka tidak perlu bersusah payah mengerahkan orang-orangnya untuk membongkar taman tersebut, sehingga tinggal ditanami saja.

Prabuanom Jakapitana merasa malu karena usahanya gagal. Namun, Patih Sangkuni masih mempunyai bahan fitnah yang lain. Ia berusaha meyakinkan Prabu Bismaka bahwa raksasa hitam yang menculik Dewi Rukmini adalah penjelmaan Raden Permadi si Pandawa nomor tiga. Dulu saat upacara perkawinan Prabu Baladewa dengan Dewi Erawati di Kerajaan Mandraka, Raden Permadi menjelma sebagai wanita bernama Endang Wrediningsih dan menipu banyak orang. Jika sekarang ia menjelma sebagai raksasa hitam, apa susahnya?

Sungguh kebetulan, Raden Permadi datang di istana Kumbina bersama Raden Setyaki dan para panakawan. Mereka baru saja mendengar kabar bahwa Prabu Bismaka hendak menikahkan Dewi Rukmini, sehingga memutuskan untuk pergi berkunjung. Mendengar penuturan Patih Sangkuni tersebut, Prabu Bismaka segera bertanya apa benar Raden Permadi telah menculik putrinya dengan menyamar sebagai raksasa hitam. Raden Bratasena ikut mendesak, jika benar adiknya itu adalah pelaku penculikan, maka ia sendiri yang akan memberikan hukuman. Tetapi jika salah, maka Raden Permadi harus bisa membersihkan namanya dari segala tuduhan dengan cara menangkap si pelaku yang sesungguhnya.

Tanpa banyak bicara, Raden Permadi segera menyembah hormat kemudian melesat pergi mengejar si penculik.

RADEN PERMADI MENANGKAP RADEN NARAYANA PALSU YANG TERCIPTA DARI BUNGA MELATI

Dengan mengerahkan Aji Seipi Angin, Raden Permadi berhasil menyusul Raden Narayana yang menggandeng Dewi Rukmini. Keduanya pun berhadap-hadapan saling bersiaga. Raden Permadi merasa bimbang karena harus bertarung melawan sepupu yang sangat ia hormati. Sebaliknya, Raden Narayana juga merasa sayang. Ia pun meminta kepada Raden Permadi untuk bertanya pada hati nurani, apakah Dewi Rukmini adalah jodoh untuknya, ataukah jodoh Resi Druna.

Raden Permadi semakin bimbang. Di satu sisi ia mendukung Raden Narayana menikahi Dewi Rukmini karena menurut firasatnya, mereka berdua memang berjodoh. Namun, di sisi lain ia harus menjalankan tugas menangkap Raden Narayana demi membersihkan nama baiknya dari segala fitnah.

Raden Narayana memahami perasaan Raden Permadi. Ia lalu memungut sekuntum bunga melati yang mengiasi telinganya. Dengan membaca mantra sakti, Raden Narayana pun mengubah bunga melati tersebut menjadi sosok yang sangat mirip dengannya. Raden Permadi lalu dimintanya untuk menyerahkan Raden Narayana palsu tersebut kepada Prabu Bismaka, sedangkan Dewi Rukmini diminta untuk ikut serta. Dewi Rukmini tidak ingin kembali ke istana, namun Raden Narayana meyakinkannya bahwa ia tetap mengawasi tanpa menampakkan diri.

RADEN NARAYANA PALSU DIHUKUM MATI

Demikianlah, Raden Permadi telah membawa Raden Narayana palsu beserta Dewi Rukmini ke hadapan Prabu Bismaka, sedangkan Raden Narayana yang asli mengikuti di belakang dengan mengerahkan Aji Panglimunan sehingga tidak terlihat oleh semua orang.

Prabuanom Jakapitana, Patih Sangkuni, dan Resi Druna mendesak Prabu Bismaka untuk menghukum mati Raden Narayana dengan cara dibakar hidup-hidup. Prabu Bismaka sendiri merasa bimbang. Di satu sisi ia menyukai Raden Narayana, namun di sisi lain ia harus menegakkan keadilan karena keponakannya itu telah menculik anak gadisnya. Pada saat itulah Raden Narayana yang asli berbisik di telinga Prabu Bismaka agar menuruti permintaan Prabuanom Jakapitana, karena sosok yang dihadapkan Raden Permadi hanyalah tiruan dirinya.

Prabu Bismaka merasa lega. Ia pun menjatuhkan hukuman mati kepada Raden Narayana palsu. Raden Dursasana dan Raden Kartawarma segera menyeret tubuh Raden Narayana ke tengah alun-alun dan membakarnya hidup-hidup. Api pun berkobar menyala-nyala. Setelah padam, jasad Raden Narayana tidak terlihat, yang tampak hanya sekuntum bunga melati saja.

PARA KURAWA PULANG KE HASTINA

Patih Sangkuni menghasut Prabuanom Jakapitana bahwa kejadian ini adalah rekayasa. Rupanya Prabu Bismaka sudah tahu kalau Raden Narayana yang dibakar tadi hanyalah penjelmaan kembang melati saja. Prabuanom Jakapitana pun marah-marah menuduh Prabu Bismaka berbuat tidak adil. Para Kurawa yang lain ikut mengamuk menuntut keadilan. Melihat pamannya didesak, Raden Bratasena segera maju menerjang para Kurawa tersebut.

Raden Setyaki ikut maju membantu Raden Bratasena. Pertempuran seru pun terjadi. Prabuanom Jakapitana membawa gada hendak mengamuk di istana Kumbina. Raden Bratasena pun mengimbangi dengan membawa gada pula.

Melihat itu, Patih Pragota segera masuk ke dalam istana melapor kepada rajanya. Mendengar laporan tersebut, Prabu Baladewa sangat marah karena adiknya dihukum mati di tengah alun-alun. Ia pun keluar dan melabrak para Kurawa. Melihat yang muncul adalah Prabu Baladewa, Prabuanom Jakapitana merasa segan dan memerintahkan rombongannya untuk pulang ke Hastina.

RADEN NARAYANA MENJELASKAN MAKNA SEJATINYA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

Prabu Baladewa marah-marah menuntut keadilan kepada Prabu Bismaka yang telah menghukum mati Raden Narayana. Pada saat itulah Raden Narayana yang asli muncul menampakkan diri dan menjelaskan bahwa yang dibunuh tadi hanyalah tiruan dirinya saja. Prabu Baladewa seketika luluh dan segera memeluk adiknya itu.

Prabu Bismaka berkata bahwa ia sebenarnya senang jika Raden Narayana menjadi menantunya, sehingga tidak perlu susah payah melakukan penculikan seperti tadi. Raden Narayana meminta maaf karena dirinya kini berstatus sebagai orang hukuman, sehingga tidak berani mengikuti sayembara secara terang-terangan. Mendengar itu, Prabu Baladewa pun menetapkan bahwa mulai hari ini sang adik dinyatakan bebas dan tidak lagi menjadi orang buangan.

Raden Narayana berterima kasih. Sebagai orang merdeka, kini ia berhak mengikuti sayembara menafsirkan makna sejatinya laki-laki dan perempuan. Dengan disaksikan para hadirin, Raden Narayana pun berkata bahwa apa yang diutarakan Resi Druna tadi memang sudah benar tetapi kurang tepat. Yang disampaikan Resi Druna adalah makna “laki-laki sejati dan perempuan sejati”, bukan makna “sejatinya laki-laki dan sejatinya perempuan”.

Menurut Raden Narayana, sejatinya laki-laki dan perempuan adalah pasangan hidup, kawan hidup. Laki-laki dan perempuan memiliki sifat dan bentuk tubuh yang berbeda, namun hendaknya itu untuk saling melengkapi, bukan untuk saling menguasai. Laki-laki adalah pemimpin rumah tangga, dan perempuan adalah pendamping laki-laki. Laki-laki tidak berada di atas perempuan, sedangkan perempuan tidak berada di bawah laki-laki. Itulah sebabnya ada dongeng yang mengatakan bahwa perempuan tercipta dari tulang rusuk laki-laki, bukan tulang kaki, juga bukan tulang kepala. Makna dari dongeng ini ialah, wanita diciptakan sebagai pendamping pria, bukan sebagai budak yang diinjak-injak, juga bukan sebagai majikan yang dijunjung tinggi.

Selama ini ada budaya yang menganggap wanita sebagai pelayan laki-laki. Wanita harus siap melayani laki-laki kapan saja, karena ini adalah pintu surga bagi kaum wanita. Selama ini wanita hanya dianggap sebagai “kanca wingking”, atau “kaum pengikut”. Wanita hanya dianggap sebagai ladang untuk bertanam. Laki-laki dengan sesuka hati bertanam di mana-mana. Di sana bertanam, di sini bertanam. Setelah si anak lahir, dengan seenaknya laki-laki menyerahkan pendidikan kepada istrinya. Laki-laki berdalih bahwa dirinya sudah sibuk mencari nafkah, sehingga pendidikan anak sepenuhnya menjadi tanggung jawab perempuan. Demikianlah wanita hanya dianggap sebagai pelayan pria saja. Padahal, wanita adalah ibu bagi kaum pria. Laki-laki berasal dari rahim perempuan. Merendahkan derajat kaum wanita sama artinya dengan merendahkan derajat seorang ibu.

Raden Narayana menegaskan, pelayanan harus datang dari dua arah. Jika pria ingin wanita selalu siap melayaninya, maka ia juga harus selalu siap melayani wanita. Laki-laki tidak boleh ingin menang sendiri. Dunia ini diciptakan bukan untuk kaum laki-laki saja, tapi untuk semua pihak. Kebahagiaan akan tercipta apabila kedua pihak saling melayani dan tidak saling menuntut untuk dilayani. Demikianlah, sejatinya laki-laki dan sejatinya perempuan diciptakan untuk berbeda, sama-sama tidak sempurna, tetapi justru dari situ mereka bisa saling melengkapi, sehingga terjalin kerja sama yang indah untuk terciptanya kehidupan yang selaras, serasi, dan seimbang. Itulah kebahagiaan yang sejati, bukan kebahagiaan semu.

RADEN RUKMAKA MENANTANG RADEN NARAYANA

Prabu Bismaka dan para hadirin lainnya bertepuk tangan memuji penjabaran Raden Narayana. Hanya satu orang yang tidak ikut bergembira, yaitu Raden Rukmaka. Ia berkata bahwa Raden Narayana boleh menjadi suami bagi kakaknya, tetapi terlebih dahulu harus bisa mengalahkan dirinya. Sejak awal ia sudah mengadakan sayembara tanding, dan sayembara inilah yang harus dimenangkan secara jantan, bukannya ceramah panjang lebar seperti tadi.

Raden Narayana pun menerima tantangan Raden Rukmaka. Jika tadi Raden Rukmaka dikalahkan Resi Druna hanya dengan satu tangan, maka Raden Narayana sanggup mengalahkannya tanpa menggunakan tangan dan kaki. Raden Rukmaka yang sombong langsung merasa tersinggung. Ia pun mengajak Raden Narayana naik ke atas gelanggang. Sesampainya di sana, ia langsung menyerang sepupunya itu. Namun, begitu pukulannya hampir mendarat satu jengkal di atas kepala Raden Narayana, tiba-tiba tubuhnya gemetar dan ia pun jatuh terkulai tak berdaya.

Prabu Bismaka meminta putranya untuk menyerah kalah saja daripada mempermalukan diri seperti itu. Raden Rukmaka menurut. Ia pun meminta maaf dan mengaku kalah. Raden Narayana menerima pengakuannya dan ia pun membebaskan sepupunya itu sehingga bisa bangkit kembali.

PERKAWINAN RADEN NARAYANA DENGAN DEWI RUKMINI

Pada hari yang ditentukan, Prabu Bismaka menggelar upacara pernikahan antara Raden Narayana dengan Dewi Rukmini. Dewi Jembawati sang istri pertama ikut hadir dan meminta Dewi Rukmini untuk tinggal bersama di Hutan Banjarpatoman. Namun, Prabu Baladewa mengatakan bahwa Raden Narayana sudah bukan lagi orang hukuman, sehingga mereka boleh tinggal di istana Mandura.

Setelah upacara selesai, Prabu Setyajit menemui Raden Permadi untuk berterima kasih kepadanya karena selama ini telah menjadi guru pembimbing bagi Raden Setyaki. Raden Permadi pun menjawab ini sudah menjadi kewajibannya sebagai saudara tua yang lahir lebih dulu. Pada hari itu, Prabu Setyajit ingin mengajak Raden Setyaki pulang ke istana Lesanpura, setelah beberapa bulan putranya itu pergi berkelana.

Raden Permadi dan Raden Setyaki pun saling mengucapkan salam perpisahan setelah beberapa bulan ini mereka selalu bersama. Raden Permadi mempersilakan Raden Setyaki bebas berkunjung kapan saja ke negeri Amarta. Sebaliknya, Raden Setyaki berjanji akan selalu membantu para Pandawa apabila menghadapi masalah apa saja. Demikianlah, keduanya pun berpisah dan kembali menuju negeri masing-masing.

------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------




CATATAN : Kisah perkawinan Raden Narayana dengan Dewi Rukmini menurut Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat Pustakaraja Purwa terjadi pada tahun Suryasengakala 696 yang ditandai dengan sengkalan “Hoyaging gapura karenging wiyat”, atau tahun Candrasengkala 717 yang ditandai dengan sengkalan “Swaraning janma gora”.

Untuk kisah perkawinan Prabu Bismaka semasa muda bisa dibaca di sini

Untuk kisah perkawinan Raden Narayana dengan Dewi Jembawati bisa dibaca di sini

Untuk kisah Raden Permadi menjelma menjadi perempuan bisa dibaca disini











Tidak ada komentar:

Posting Komentar